ISLAMTODAY ID-AS harus menahan diri dari menyebarkan “fitnah mengenai Ethiopia”, ujar juru bicara pemerintah Kebede Dessisa setelah Washington mengeluarkan peringatan tentang potensi “serangan teroris”.
Ethiopia menuduh Amerika Serikat menyebarkan informasi palsu tentang kondisi keamanan di negara yang dilanda perang dan memperingatkan pernyataan seperti itu dapat merusak hubungan.
“Sebelumnya mereka menyebarkan informasi bahwa Addis Ababa dikepung [oleh pemberontak], sekarang mereka mengatakan informasi palsu ini bahwa serangan teror akan dilakukan,” ujar Kebede Desisa, juru bicara pemerintah, mengatakan pada konferensi pers untuk media pemerintah, Kamis (25/11).
“Tindakan ini melukai hubungan historis kedua negara,” ungkapnya, seperti dilansir dari TRTWolrd, Jumat (26/11).
Dessisa mengatakan pemerintah AS harus menahan diri dari menyebarkan “berita palsu yang memalukan dan pencemaran nama baik mengenai Ethiopia,” lapor lembaga penyiaran negara EBC.
Washington pernah memandang Ethiopia sebagai mitra keamanan vital di Tanduk Afrika yang bergejolak, tetapi hubungan telah memburuk karena perang selama setahun di Ethiopia melawan pemberontak yang sekarang mengancam akan berbaris di ibu kota Addis Ababa.
Pada tanggal 5 November, Departemen Luar Negeri memerintahkan penarikan staf kedutaan yang tidak penting karena “konflik bersenjata, kerusuhan sipil, dan kemungkinan kekurangan pasokan”, dan beberapa misi diplomatik lainnya telah mengikutinya.
Minggu ini kedutaan AS lebih lanjut membuat marah pemerintah Perdana Menteri Abiy Ahmed dengan memposting peringatan tentang potensi serangan teroris di Ethiopia.
Awal bulan ini, puluhan ribu orang Etiopia berunjuk rasa di ibu kota untuk mengecam AS atas dugaan campur tangan dalam urusan dalam negeri Etiopia.
Pada hari Kamis (25/11), lusinan pengunjuk rasa membawa kemarahan mereka ke kedutaan AS di kota itu, di mana mereka memasang spanduk yang mengatakan “Gangguan Tidak Demokratis” dan “Kebenaran Menang”.
Konflik Tigray Semakin Dekat Dengan Ibukota
Perang meletus pada November 2020 ketika Abiy, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2019, mengirim pasukan ke wilayah Tigray untuk menggulingkan partai yang berkuasa, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
Dia mengatakan langkah itu sebagai tanggapan atas serangan TPLF di kamp-kamp tentara federal dan menjanjikan kemenangan cepat, tetapi pada akhir Juni pemberontak telah merebut kembali sebagian besar Tigray, termasuk ibukotanya Mekele.
Sejak itu, TPLF telah mendorong ke wilayah tetangga Amhara dan Afar, dan minggu ini mengklaim telah merebut sebuah kota hanya 220 kilometer dari Addis Ababa.
Utusan khusus Uni Afrika untuk Tanduk Afrika, Olusegun Obasanjo, memimpin dorongan diplomatik untuk gencatan senjata, tetapi sejauh ini hanya ada sedikit tanda kemajuan.
‘Campur Tangan’ Dalam Krisis
Pada hari Rabu (24/11), Irlandia mengumumkan bahwa Ethiopia telah menuntut kepergian empat diplomatnya yang berbasis di Addis Ababa karena kritik Irlandia terhadap perang.
Ethiopia juga telah mengusir tujuh pejabat senior PBB atas tuduhan “campur tangan” dalam urusan negara.
Pemerintahan Biden bulan ini mengumumkan niatnya untuk mengeluarkan Ethiopia dari pakta perdagangan utama yang memberikan akses bebas bea untuk sebagian besar ekspor.
Namun pihaknya menunda penerapan sanksi terhadap pemerintah Ethiopia dan pemberontak dengan harapan mendorong penyelesaian.
(Resa/TRTWorld)