ISLAMTODAY ID-Kepala Republik Chechnya mengatakan dia akan menyerang “sejak lama” jika dia diperintahkan untuk melakukannya.
“Ukraina harus dianeksasi oleh Moskow jika presiden negara itu, Vladimir Zelensky, tidak mengubah arah dari kebijakan anti-Rusianya,” ungkap pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, Ahad (26/12), seperti dilansir dari RT, Senin (27/12).
Berbicara pada konferensi pers akhir tahun tahunannya, Kadyrov menawarkan pandangannya bahwa orang Ukraina juga orang Rusia.
Chechnya, yang dia pimpin sejak tahun 2007, adalah republik Rusia di selatan negara itu yang berbatasan dengan Georgia.
“Keyakinan mendalam saya adalah jika Zelensky dan timnya berperilaku seperti ini, Ukraina harus dianeksasi ke negara kita. Orang-orang Ukraina adalah orang-orang kita. Ini adalah wilayah kita. Ini pendapat saya,” ujar Kadyrov, seraya mencatat bahwa dia akan siap memimpin serangan untuk “mencaplok Ukraina ke Republik Chechnya” jika diinstruksikan untuk melakukannya.
“Jika saya telah dipercayakan dengan itu, saya akan menyelesaikannya sejak lama,” ungkapnya, menekankan bahwa dia hanya mengungkapkan pendapat pribadi.
Sementara itu, komentar Kadyrov muncul saat ketegangan di perbatasan antara Rusia dan Ukraina tetap tinggi.
Dalam beberapa pekan terakhir, media Barat menuduh bahwa Kremlin sedang membangun kehadiran pasukannya di perbatasan dan merencanakan invasi.
Moskow telah membantah semua tuduhan tersebut, dan Kremlin telah berulang kali mengatakan itu tidak menimbulkan ancaman bagi negara lain.
Kadyrov, bagaimanapun, memiliki pendapat yang sama sekali berbeda dan ingin Rusia menyelesaikan masalah dengan Ukraina secara militer.
Menurut pemimpin Chechnya, Presiden Rusia Vladimir Putin harus menolak negara-negara asing yang mendikte kondisi ke Moskow karena “keamanan negara dan rakyat” lebih penting, dan infanteri di kawasan itu “benar-benar siap untuk pergi dan melaksanakan perintah tanpa masalah apapun.”
Pekan lalu, sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Alexey Danilov, mengklaim Rusia telah mengerahkan 122.000 prajurit dalam jarak 200 km (124 mil) dari perbatasan, dengan 143.500 lainnya dalam jarak 400 km.
Lebih lanjut, pada hari Sabtu, Danilov juga mencatat tidak ada risiko signifikan dari invasi yang akan segera terjadi.
“Kami tidak berpikir ini adalah lonjakan besar,” ungkapnya.
(Resa/RT)