ISLAMTODAY ID-India mencoba mengubah demografi Kashmir dengan mengeluarkan domisili palsu untuk non-Kashmir, tuduh Konferensi Hurriyat Semua Pihak (APHC).
Pada tahun 2021, lebih dari 350 orang, termasuk warga sipil, militan dan personel pasukan India, tewas di Kashmir yang dikelola India, sementara 1.600 warga Kashmir ditangkap, ujar aliansi pro-kebebasan Kashmir dalam sebuah laporan yang dirilis pada hari Jumat (31/12).
Konferensi Semua Pihak Hurriyat (APHC), aliansi dari 26 organisasi politik, sosial dan agama yang dibentuk pada tahun 1993 yang telah memimpin perlawanan politik terhadap pemerintahan India, mengatakan pasukan India tahun ini juga menghancurkan rumah 134 warga Kashmir.
“Tahun ini total 355 orang tewas, di antaranya 49 warga sipil, 178 pemberontak bersenjata (militan), dan 128 pasukan pendudukan India,” ujar APHC dalam laporan tahunannya, seperti dilansir dari
AA, Sabtu (1/1).
Lebih lanjut, mereka menambahkan bahwa 484 orang terluka.
Syed Ali Geelani, ketua seumur hidup konferensi sebelum mengundurkan diri awal tahun ini, adalah salah satu yang meninggal.
Geelani meninggal pada bulan September saat berada di bawah tahanan rumah di rumahnya di Hyderpora.
Menurut laporan itu, kematian Muhammad Ashraf Sehrai, ketua partai pro-kebebasan Tehreek-e-Hurriyat, yang tewas dalam tahanan polisi Mei ini, adalah “pembunuhan di luar proses hukum”.
Selama periode yang sama, pasukan India melakukan 467 operasi pengepungan dan pencarian, 87 baku tembak, dan menangkap 1.686 warga Kashmir.
Menurut laporan itu, 29 tentara India melakukan bunuh diri di berbagai bagian Kashmir yang dikelola India pada tahun 2021.
Laporan itu didistribusikan kepada wartawan di luar Diplomatic Enclave, kompleks berdinding besar yang menampung sebagian besar misi asing, termasuk Komisi Tinggi India, di mana Konferensi Hurriyat Semua Pihak mengadakan protes kecil terhadap apa yang mereka sebut “terorisme yang disponsori negara oleh India di Kashmir.”
India berusaha mengubah demografi Kashmir dengan mengeluarkan domisili palsu untuk non-Kashmir, ujar Abdul Majeed Mir, sekretaris jenderal kelompok itu, yang berbasis di ibu kota Pakistan, Islamabad.
India memblokir akses internet di Jammu dan Kashmir 122 kali, klaim laporan itu.
“410 orang ditahan di bawah Undang-Undang Pencegahan Aktivitas Melanggar Hukum (UAPA) yang kejam, dan 178 lainnya di bawah Undang-Undang Keamanan Publik (PSA),” ungkap laporan itu.
Amnesty International telah mengkritik India karena penggunaan dua undang-undang tersebut secara luas terhadap warga Kashmir, termasuk jurnalis.
Dalam laporan terpisah, Forum Hukum untuk Kashmir (LFK), sebuah kelompok advokasi Kashmir global, mengklaim bahwa selama dua tahun terakhir “Pasukan India mengubur 388 pejuang kemerdekaan (militan) di kuburan tak bertanda di daerah terpencil dan menolak hak keluarga mereka untuk berpartisipasi dalam upacara penguburan mereka.”
Wilayah Yang Disengketakan
Kashmir dipegang oleh India dan Pakistan sebagian dan diklaim oleh keduanya secara penuh. Sepotong kecil Kashmir juga dipegang oleh Cina.
Sejak mereka dipartisi pada tahun 1947, kedua negara telah berperang tiga kali – pada tahun 1948, 1965 dan 1971 – termasuk dua perang atas Kashmir.
Beberapa kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir telah berperang melawan pemerintahan India untuk kemerdekaan atau penyatuan dengan negara tetangga Pakistan.
Menurut beberapa kelompok hak asasi manusia, ribuan orang telah tewas dalam konflik di wilayah tersebut sejak Tahun 1989.
(Resa/AA)