ISLAMTODAY ID – LSM internasional dan kelompok Palestina mengutuk penghancuran dan penggusuran Yerusalem Timur sebagai pelanggaran hukum internasional.
Israel telah dikritik secara luas karena pembongkaran rumah warga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah Yerusalem Timur yang diduduki.
Kelompok Palestina dan organisasi hak asasi internasional mengutuk penghancuran rumah keluarga Salhiya, yang menyebabkan 18 orang kehilangan tempat tinggal termasuk anak-anak, sebagai “kejahatan perang”.
Pembongkaran dilakukan pada Rabu (19/1) malam oleh operasi keamanan besar-besaran Israel, yang menggerebek rumah Mahmoud Salhiya dengan kekerasan sebelum menangkapnya bersama sejumlah kerabat dan pendukungnya.
Aksi tersebut terjadi mengikuti perintah pengusiran oleh pemerintah kota Yerusalem Israel yang berpendapat bahwa Salhiya tidak memiliki hak atas tanah itu.
Mahmoud mengatakan bahwa keluarga tersebut telah memiliki rumah itu dan tinggal di dalamnya selama beberapa generasi sejak mereka diusir oleh milisi Zionis dari Ein Karem pada tahun 1948 selama Nakba Palestina, atau bencana, ketika sekitar 750.000 orang Palestina dipindahkan dengan kejam untuk mendirikan negara Israel.
Di tengah berita tentang pembongkaran dan rekaman rumah yang hancur, Human Rights Watch (HRW) menyebut pengusiran Salhiya dan penghancuran rumah mereka sebagai “kejahatan perang”.
“Saliyeh diusir dari rumah mereka di Ein Karem selama Nakba pada tahun 1948 & dilarang oleh hukum Israel untuk mengklaimnya kembali,” ujar direktur HRW Israel dan Palestina Omar Shakir dalam sebuah pernyataan yang dibagikan di Twitter, seperti dilansir dari MEE, Rabu (19/1).
“Tindakan kejam ini mengubah Salhiyeh menjadi pengungsi dua kali. Seperti inilah apartheid dan penganiayaan.”
Ir Amim, sebuah kelompok hak asasi Israel terkemuka, menyebut pembongkaran itu sebagai “tindakan yang tidak dapat dimaafkan dan pelanggaran [hukum internasional]”.
“Saat dunia menyaksikan, mereka [pihak berwenang Israel] memilih untuk secara sinis mengusir sebuah keluarga Palestina untuk membangun sekolah kebutuhan khusus di atas reruntuhan rumah mereka,” ungkap LSM tersebut.
Dewan Pengungsi Norwegia, sebuah organisasi kemanusiaan independen, menggemakan kritik serupa.
“Penggusuran keluarga tersebut menandai pelanggaran yang jelas terhadap hukum internasional, yang melarang pemindahan paksa di wilayah pendudukan,” ungkap dewan itu dalam sebuah tweet.
“Sebagai kekuatan pendudukan di Yerusalem Timur, otoritas Israel memiliki kewajiban untuk memastikan keamanan dan perlindungan penduduk Palestina.”
Seruan Melindungi Rumah
Pada hari Senin (17/1), delegasi diplomat Eropa telah mengunjungi situs rumah Salhiya selama kebuntuan dengan pasukan Israel yang berusaha melakukan pembongkaran.
Sven Kuehn von Burgsdorff, kepala misi Uni Eropa untuk wilayah Palestina, mengatakan pada saat itu bahwa “di wilayah pendudukan, penggusuran merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional.”
Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga menyebut pembongkaran hari Rabu (19/1) sebagai “kejahatan perang” dan mendesak Amerika Serikat untuk “memaksa pemerintah pendudukan Israel menghentikan kebijakan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina,” menurut sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh berita resmi Wafa.
Sementara itu, gerakan Palestina Hamas menyebut insiden itu sebagai “eskalasi berbahaya dari perang pendudukan yang sedang berlangsung terhadap kota Yerusalem dan penduduk Yerusalem”.
Muhammad Hamadeh, perwakilan kelompok itu di Yerusalem, meminta penduduk untuk terus melindungi rumah mereka dari pembongkaran, lapor Anadolu Agency Turki.
“Kejahatan ini tidak akan mematahkan tekad ketabahan rakyat kami di Yerusalem,” ungkap Hamadeh.
(Resa/MEE/AA)