ISLAMTODAY ID – Rusia dan China adalah dua kekuatan “revisionis” yang berusaha mengubah tatanan dunia saat ini, demikian klaim Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri.
Pernyataan tersebut muncul tiga minggu setelah Moskow dan Beijing membuat pernyataan bersama yang mengecam banyak aspek kebijakan luar negeri Washington, menyerukan diakhirinya “campur tangan dalam urusan internal negara-negara berdaulat.”
Berbicara di Konferensi Keamanan Munich pada hari Ahad (20/2), Josep Borell memperingatkan tatanan dunia multilateral liberal saat ini sedang dipertaruhkan, karena persahabatan antara pemerintah Rusia-China yang “otoriter” menentang norma-norma arsitektur global yang ada.
“30 tahun setelah berakhirnya Perang Dingin, kami menghadapi upaya yang gigih untuk mendefinisikan kembali tatanan multilateral,” ujar kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, seperti dilansir dari RT, Ahad (20/2).
“Pernyataan ini adalah puncak dari kampanye yang sudah berlangsung lama. Ini adalah tindakan pembangkangan. Ini adalah manifesto revisionis, manifesto untuk meninjau tatanan dunia.”
Pada tanggal 4 Februari, setelah pertemuan selama tiga jam di Beijing, Presiden Rusia Vladimir Putin dan timpalannya dari China Xi Jinping menandatangani pernyataan bersama, di mana kedua pemimpin menyatakan kesepakatan tentang berbagai masalah pembangunan berkelanjutan global dan hubungan internasional.
Antara lain, Putin dan Xi sepakat untuk menentang “penyalahgunaan nilai-nilai demokrasi dan campur tangan dalam urusan internal negara-negara berdaulat dengan dalih melindungi demokrasi dan hak asasi manusia, dan segala upaya untuk menghasut perpecahan dan konfrontasi di dunia.”
Mereka juga meminta komunitas internasional untuk “menghormati keragaman budaya dan peradaban” dan “hak masyarakat dari berbagai negara untuk menentukan nasib sendiri”.
Beijing juga mendukung permintaan Rusia untuk menghentikan ekspansi ke arah timur dari blok NATO yang dipimpin AS, sementara Moskow menegaskan kembali pendiriannya tentang ketidakterpisahan China, menyangkal klaim kemerdekaan Taiwan.
Menurut Borrell, pernyataan bersama itu bertentangan dengan definisi Piagam PBB tentang hak asasi manusia dan demokrasi.
Pejabat tersebut mengklaim bahwa kesepakatan Beijing dan Moskow untuk menentang “revolusi warna” adalah ilegal, karena akan melanggar hak individu untuk menentukan nasib sendiri.
Dia juga mengkritik slogan ‘demokrasi yang berhasil’ China, dengan mempertanyakan klaim negara itu memiliki “budaya dan sejarah demokrasi selama seribu tahun”.
Sebelumnya, Duta Besar Rusia di Washington Anatoly Antonov mengatakan bahwa hubungan Rusia dengan China telah berkembang berkat lingkungan internasional yang menantang.
Dia membantah, bagaimanapun, bahwa aliansi Rusia-Cina mengejar tujuan geopolitik.
(Resa/RT)