ISLAMTODAY ID – Kementerian Luar Negeri Rusia telah mengumumkan keputusannya untuk mengevakuasi staf diplomatiknya dari kedutaan besar di Ukraina dan tiga konsulat di seluruh negeri, dengan alasan “ancaman kekerasan fisik”.
“Sejak 2014, Kedutaan Besar Rusia di Kiev dan Konsulat Jenderal negara kita di Odessa, Lviv, dan Kharkiv telah menjadi sasaran serangan berulang kali,” ungkap pernyataan itu, seperti dilansir dari ZeroHedge, Rabu (23/2).
Para pakar di Barat melihat ini sebagai tanda yang tidak menyenangkan bahwa Rusia dapat melakukan operasi militernya di luar wilayah Donbas.
Ini juga karena Gedung Putih pada Selasa (22/2) pagi mulai menyebut deklarasi kemerdekaan Putin sebagai awal dari “invasi”.
“Provokasi secara teratur dilakukan terhadap Pusat Sains dan Kebudayaan Rusia di Kyiv, menyebabkan kerusakan pada kesehatan kepalanya, dan kerusakan juga terjadi pada properti Pusat tersebut.
Diplomat Rusia juga menjadi objek tindakan agresif. Mereka menerima ancaman kekerasan fisik,” ujar pernyataan kementerian luar negeri.
“Kendaraan mereka dibakar. Bertentangan dengan kewajiban mereka di bawah Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik dan Konsuler, pihak berwenang Kyiv tidak bereaksi terhadap apa yang terjadi,” lanjutnya.
Waktu pemindahan itu dilakukan segera setelah Dewan Federasi Rusia memberikan persetujuan resmi kepada Putin untuk menggunakan hak secara hukum untuk mengerahkan pasukan ke luar negeri, dan setelah itu ada laporan tentang konvoi yang bergerak menuju perbatasan dengan republik Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri.
Sementara itu, AS terus menuduh Moskow mempersiapkan invasi yang lebih luas ke Ukraina, dengan Duta Besar Linda Thomas-Greenfield mengatakan pada pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB, “Hari ini, Presiden Putin telah merobek-robek perjanjian Minsk. Kami sudah jelas bahwa kami tidak percaya dia akan berhenti di situ,,” ujarnya.
Thomas-Greenfield menyebut penandatanganan perjanjian untuk kemerdekaan republik dari Ukraina sebagai “pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan kedaulatan serta integritas teritorial Ukraina”.
(Resa/ZeroHedge)