ISLAMTODAY ID —Sputnik menerbitkan sebuah artikel pada hari Selasa berjudul “Israel Mengundang 500.000 Pengungsi Ukraina Pada Akhir Tahun Tapi Apakah Publik Menyukainya?”,
Yang secara mengkhawatirkan menunjukkan bahwa setengah orang mungkin membanjiri tanah Palestina pada akhir tahun.
Menurut laporan, “90 persen dari mereka, yang telah tiba di negara itu dari Ukraina sejauh ini bukan orang Yahudi, dan negara sedang mempertimbangkan undang-undang yang akan memungkinkannya untuk menyerap lebih banyak pendatang baru.”
Langkah ini dilakukan saat diplomasi Perdana Menteri Israel Naftali Bennett selama akhir pekan ke Rusia dan Jerman, selama waktu itu ia juga dilaporkan menelepon Presiden Ukraina Zelensky pada tiga kesempatan terpisah dalam periode 24 jam.
Media mengungkapkan bahwa salah satu tujuan di balik intervensi diplomatik Bennet adalah untuk memastikan keamanan komunitas Yahudi Ukraina, yang membuktikan bahwa jumlah pengungsi lebih besar dari orang Israel sendiri.
Semua organisasi internasional dan negara di dunia harus tetap bersiap untuk skenario ini. dalam kasus ini, terutama penduduk Palestina dan komunitas pendukung global mereka.
Semua orang sadar bahwa sementara Israel adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, beberapa negara tidak mengakui legitimasinya karena buktinya mereka melakukan penjajahan, perampasan tanah hingga pembantaian.
Lebih jauh lagi, bahkan di antara mereka yang mengakui Israel, hampir semuanya mengutuk kebijakannya untuk mendirikan apa yang disebut “pemukiman” di wilayah yang didudukinya secara ilegal setelah 1967.
Jika angka 500.000 maka Israel akan kembali mencaplok tanah sah milik Palestina demi membangun sekitar 150.000-200.000 rumah atau lebih untuk menampung orang-orang ini.
Tidak diketahui apakah Israel memiliki kelebihan kapasitas perumahan, yang pada gilirannya mungkin mendorongnya untuk membangun lebih banyak “pemukiman” atas dasar menyediakan tempat tinggal bagi para pengungsi ini.
Namun, itu akan menjadi tidak bermoral dan juga ilegal dalam hal hukum internasional karena
proyek-proyek konstruksi semacam itu melanggar hak-hak penduduk asli Palestina.
Sangat mungkin Israel mengeksploitasi konsekuensi terkait pengungsi yang berasal dari operasi khusus Rusia di Ukraina sebagai alasan untuk menjajah Palestina lebih jauh.
Jika itu terjadi, maka orang dapat secara objektif menggambarkan kepentingan Israel dalam menyerap begitu banyak pengungsi – termasuk mereka yang bukan Yahudi – sebagai bagian “Senjata Migrasi Massal” (WMM) menurut konsep yang pertama kali diperkenalkaoleh peneliti Ivy League Kelly M. Greenhill.
Yang dimaksud dengan eksodus massal dari tanah air mereka yang pada akhirnya akan dipersenjatai oleh Israel untuk tujuan strategis terkait dengan keinginannya untuk lebih memantapkan kontrol ilegalnya atas wilayah sah Palestina.
Lalu, membuat penduduk Palestina dipaksa untuk menerima.
Tak mengherankan cara tidak bermoral dan ilegal sampai harus membuat Bennett menunjuk dirinya sendiri sebagai utusan perdamaian dalam krisis ini melalui diplomasi antar-jemput minggu lalu.
Memanfaatkan hubungan baik Israel dengan semua pihak dalam konflik, baik langsung yang seperti Rusia dan Ukraina serta pihak tidak langsung dalam perang ini seperti Uni Eropa dan AS.
Skenario ini kredibel mengingat rekam jejak Israel mengeksploitasi apa pun secara harfiah dalam mengejar plotnya untuk mencuri lebih banyak tanah Palestina.
Mungkin sulit untuk dihentikan, tapi bukan berarti masyarakat internasional harus menerimanya.
Untuk alasan ini, Palestina dan dukungan global mereka harus terlebih dahulu mengekspos skema ini sesegera mungkin. (Rasya)