ISLAMTODAY ID – AS dan Israel sepakat bahwa Iran tidak akan pernah memperoleh senjata nuklir.
Amerika Serikat dan Israel berkomitmen untuk memastikan Iran tidak memperoleh senjata nuklir, karena sekutu mengakui perbedaan dalam negosiasi dengan Teheran.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membuat komentar di Yerusalem pada hari Ahad (27/3) bersama rekannya dari Israel, Yair Lapid, yang mengatakan Israel memiliki “ketidaksepakatan” dengan AS tentang kemungkinan kesepakatan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 dengan Teheran.
“Pemerintahan Presiden Joe Biden percaya bahwa “kembali ke implementasi penuh” dari kesepakatan itu adalah “cara terbaik untuk mengembalikan program Iran ke dalam kotak seperti dulu…,” ungkap Blinken, seperti dilansir dari TRTWorld, Senin (28/3).
Pemerintah Israel dengan tegas menentang ketentuan kesepakatan 2015 dan mengatakan mengaktifkan kembali kesepakatan asli tidak cukup untuk mengekang ancaman Iran.
Tapi, Blinken, “ketika sampai pada elemen yang paling penting, (Israel dan AS) saling berhadapan. Kami berdua berkomitmen, keduanya bertekad, bahwa Iran tidak akan pernah memperoleh senjata nuklir.”
Lapid juga menekankan bahwa Israel akan melakukan apapun yang diperlukan untuk menghentikan program nuklir Iran.
“Dari sudut pandang kami, ancaman Iran tidak teoretis. Iran ingin menghancurkan Israel. Mereka tidak akan berhasil.”
Optimisme dan Kekhawatiran
Iran telah terlibat selama berbulan-bulan dalam pembicaraan di Wina untuk menghidupkan kembali kesepakatan dengan Inggris, Cina, Prancis, Jerman dan Rusia secara langsung.
Amerika Serikat mengambil bagian secara tidak langsung dalam negosiasi.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan pada akhir pekan bahwa kesepakatan dengan Iran, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Kolektif Gabungan, kemungkinan akan diperbarui “dalam hitungan hari.”
Koordinator Uni Eropa untuk pembicaraan, Enrique Mora, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, dan kepala negosiatornya di Teheran pada hari Ahad (27/3) dengan tujuan untuk menjembatani kesenjangan dalam pembicaraan, media pemerintah melaporkan.
“Tidak adanya keputusan politik AS untuk mencabut sanksi yang terkait dengan manfaat ekonomi rakyat Iran adalah hambatan saat ini untuk mencapai hasil akhir,” ungkap Amir-Abdollahian dalam pertemuan tersebut.
Amir-Abdollahian juga mengatakan salah satu masalah utama yang menonjol adalah menghapus Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) dari daftar teroris AS.
Utusan khusus AS untuk Iran, Robert Malley, mengatakan di Qatar pada hari Ahad (27/3) bahwa Washington akan mempertahankan sanksi terhadap Garda. “IRGC akan tetap dikenai sanksi berdasarkan hukum AS…,” ungkap Malley.
Kesepakatan 2015 memberi Iran keringanan sanksi yang sangat dibutuhkan sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya—sesuatu yang selalu ditolaknya.
Pada tahun 2018, kesepakatan itu berantakan setelah Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian itu dan menerapkan kembali sanksi yang melumpuhkan terhadap Iran, yang membalas dengan membatalkan sebagian besar komitmennya.
(Resa/TRTWorld)