ISLAMTODAY ID – Artikel ini ditulis oleh Kyle Anzalone melalui The Libertarian Institute, dengan judul Ukraine’s Military Intelligence Chief Says “Total Guerrilla Warfare” Coming Next.
Kepala intelijen militer Ukraina, Kyrylo Budanov, mengancam perang “gerilya” total di wilayah yang diduduki Rusia.
Dia juga memperingatkan Moskow berusaha untuk membagi negaranya menjadi negara yang terbagi.
Budanov mengatakan bahwa Ukraina sedang mempersiapkan perang gerilya di wilayah mana pun yang terus dikuasai Rusia.
“Musim safari gerilya total Ukraina akan segera dimulai,” ungkapnya.
Pernyataan dari kepala intel muncul saat AS mengirim miliaran senjata gaya pemberontakan ke Ukraina.
Pengiriman senjata Amerika ke Keiv termasuk rudal anti-pesawat digunakan melawan Tentara Soviet.
Ada rekam jejak panjang dari para pemikir kebijakan luar negeri berpengaruh yang menyarankan Amerika akan mendapat manfaat dari Rusia yang memerangi pemberontakan di Ukraina.
Pejabat terbaru yang mengungkapkan manfaat pemberontakan Ukraina adalah Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan Colin Kahl. Dia yakin Rusia akan dilemahkan oleh perang di Ukraina.
“Saya pikir dengan tingkat kepastian yang tinggi bahwa Rusia akan muncul dari Ukraina lebih lemah daripada yang terlibat dalam konflik. Lebih lemah secara militer, lebih lemah secara ekonomi, lebih lemah secara politik dan geopolitik, dan lebih terisolasi,” ungkap Kahl pada hari Kamis (24/3), seperti dilansir dari ZeroHedge, Selasa (29/3).
CIA juga telah menghabiskan beberapa tahun melatih Ukraina dalam taktik pemberontakan.
Badan tersebut percaya bahwa mereka yang dilatih akan menjadi pemimpin perlawanan jika Rusia menyerbu.
Budanov juga menuduh Rusia mencoba menciptakan kembali perpecahan Korea di Ukraina.
“Faktanya, itu adalah upaya untuk membuat Korea Utara dan Selatan di Ukraina,” ujarnya.
Rusia telah menuntut agar Keiv mengakui kendali Moskow atas Krimea dan kemerdekaan Donbas sebelum mengakhiri serangannya.
Pada hari Ahad (27/3), Zelensky mengindikasikan untuk pertama kalinya dia mungkin bersedia untuk “berkompromi” dengan Rusia atas kendali Donbas.
Dua republik Donbas – Donetsk dan Luhansk – telah berperang dengan Keiv sejak tahun 2014.
(Resa/ZeroHedge)