ISLAMTODAY ID-Setelah gagal untuk tetap berkuasa selama perang saudara selama tujuh tahun, Presiden Yaman Abdrabbuh Mansur Hadi telah mengundurkan diri, menyerahkan otoritas penuh kepada Dewan Kepemimpinan Presiden yang dipimpin oleh mantan menteri dalam negeri Yaman Rashad al-Alimi.
“Saya mendelegasikan kekuatan penuh saya kepada Dewan Kepemimpinan Presiden, sesuai dengan konstitusi dan Inisiatif Teluk dan mekanisme eksekutifnya,” ungkap mantan pemimpin Yaman pada hari Kamis (7/4), seperti dilansir dari RT, Kamis (7/4).
Dia menambahkan bahwa negara itu sekarang memasuki “masa transisi”, di mana Dewan harus merundingkan solusi politik akhir dengan pemberontak Houthi.
Arab Saudi dan UEA, keduanya pemangku kepentingan utama dalam konflik Yaman, telah menyambut baik transisi kekuasaan dan mengumumkan keputusan mereka untuk mengalokasikan USD 3 miliar untuk mendukung ekonomi Yaman.
Selain itu, Riyadh akan menghabiskan USD 300 juta untuk mendanai rencana respons kemanusiaan yang diprakarsai PBB yang bertujuan untuk “mengurangi penderitaan rakyat Yaman.”
Pengumuman itu muncul beberapa hari setelah koalisi pimpinan Saudi dan pemberontak Houthi setuju untuk mempertahankan gencatan senjata yang ditengahi PBB.
Gencatan senjata itu bertepatan dengan bulan suci Ramadan. Semua permusuhan, termasuk di darat, udara, dan laut, telah dihentikan sejak Sabtu (2/4).
Perang saudara Yaman pecah pada Januari 2015, ketika pemberontak bersenjata Houthi menggulingkan pemerintah Hadi, memaksa presiden untuk melarikan diri ke Arab Saudi.
Masih diakui oleh masyarakat global, Hadi telah berusaha untuk mendapatkan kembali kekuasaan dengan menggunakan bantuan asing.
Koalisi yang dipimpin Saudi yang didukung oleh AS dan Inggris, telah banyak mengebom negara yang dilanda perang itu.
Diperkirakan 233.000 orang telah kehilangan nyawa dalam konflik ini.
Perang Yaman telah disertai dengan apa yang disebut oleh PBB sebagai “krisis kemanusiaan terburuk di dunia”, dengan 20 juta orang menderita kelaparan dan kekurangan gizi.
(Resa/RT)