ISLAMTODAY ID-Amnesty International India pada hari Jumat menuntut pihak berwenang India untuk menghentikan “pembongkaran yang tidak sah” dari sebagian besar properti milik Muslim di Khargone, Madhya Pradesh.
Kelompok hak asasi manusia itu menanggapi laporan penghancuran toko dan rumah yang sebagian besar milik Muslim menyusul insiden kekerasan komunal selama perayaan Sri Ramnavami di distrik Madhya Pradesh Khargone.
Amnesty India menyebut tindakan pemaksaan itu sebagai “hukuman kolektif” dan “pelanggaran hukum hak asasi manusia”.
Aakar Patel, ketua dewan Amnesty International India mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Selama beberapa hari terakhir, negara ini telah menyaksikan beberapa peristiwa yang sangat meresahkan terkait dengan tindakan melanggar hukum menghancurkan milik pribadi orang-orang yang dicurigai melakukan kerusuhan, yang diduga tanpa pemberitahuan atau persyaratan proses lainnya merupakan pukulan besar bagi supremasi hukum.”
“Sebagian besar properti yang dihancurkan adalah milik umat Islam. Penghancuran rumah keluarga tersangka semacam itu juga bisa menjadi hukuman kolektif, pelanggaran Hukum Hak Asasi Manusia Internasional”.
Dia menambahkan bahwa pihak berwenang harus “segera” melakukan penyelidikan menyeluruh, tidak memihak dan transparan terhadap pembongkaran dan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab untuk mengipasi kekerasan dan vandalisme dibawa ke pengadilan melalui pengadilan yang adil.
“Korban harus diberikan pengobatan yang efektif. Adalah tugas Negara untuk melindungi semua orang di dalam yurisdiksinya, termasuk komunitas minoritas,” ujar ketua Amnesty International India, seperti dilansir dari The Siasat Daily, Kamis (14/4).
Dapat diingat bahwa pada 11 April, jam malam diberlakukan di kota Khargone di Madhya Pradesh setelah slogan-slogan provokatif diduga dikibarkan di dekat sebuah masjid selama perayaan Ram Navami yang mengakibatkan kerusuhan.
Ketua Menteri Shivraj Singh Chouhan kemudian memerintahkan pembongkaran properti dan rumah mereka yang diduga terlibat dalam kekerasan tersebut. Sebagian besar keluarga berasal dari latar belakang ekonomi miskin.
(Resa/The Siasat Daily )