ISLAMTODAY ID-Pemimpin spiritual Tibet Dalai Lama pada hari Kamis (14/7) mengatakan bahwa orang-orang di China menyadari bahwa dia tidak mencari kemerdekaan, tetapi otonomi yang penuh arti dan pelestarian budaya Buddha Tibet.
Pernyataan tersebut dibuat oleh Dalai Lama di Jammu, Kashmir yang dikelola India, di mana ia tiba pada hari Kamis (14/7) untuk berkunjung ke wilayah tersebut.
Pemimpin spiritual itu dijawalkan mengunjungi wilayah persatuan Ladakh pada hari Jumat (15/7) sebagai bagian dari kunjungan pertamanya di luar kediamannya di Dharamshala di Himachal Pradesh sejak meletusnya pandemi COVID-19.
“Beberapa garis keras China menganggap saya separatis dan reaksioner dan selalu mengkritik saya. Tapi sekarang, lebih banyak orang China yang menyadari bahwa Dalai Lama tidak mencari kemerdekaan dan hanya berharap China (memberi) otonomi yang berarti (ke Tibet) dan pelestarian budaya Buddha Tibet,” ungkap pemimpin Tibet berusia 87 tahun itu kepada awak media di Jammu.
Pada bulan April, Dalai Lama bertemu dengan mantan Anggota Parlemen India Thupten Tsewang, yang telah meminta agar pemimpin Tibet itu mengunjungi Ladakh.
Kunjungannya memiliki arti penting menjelang pembicaraan tingkat komandan Korps ke-16 antara India dan China untuk menyelesaikan kebuntuan antara kedua negara di Ladakh.
Kunjungan itu juga dilakukan beberapa hari setelah China mengajukan protes setelah Perdana Menteri India Narendra Modi mengucapkan selamat kepada Dalai Lama pada hari ulang tahunnya yang ke-87, dengan mengatakan India harus berhenti menggunakan masalah terkait Tibet untuk mencampuri urusan dalam negeri China.
Menanggapi pernyataan China baru-baru ini, Dalai Lama berkata, “Ini biasa. Orang-orang China tidak keberatan. Semakin banyak orang China yang menunjukkan minat pada Buddhisme Tibet. Beberapa sarjana mereka menyadari bahwa Buddhisme Tibet sangat ilmiah. Segalanya berubah .”
Selama interaksi medianya, Dalai Lama juga berbicara tentang krisis keuangan dan politik di Sri Lanka.
“Pesan utama saya kepada rakyat adalah kita semua bersaudara dan tidak ada gunanya berkelahi. Perkelahian dipicu oleh kepicikan ketika mereka mulai berpikir seperti ‘bangsa saya, ideologi saya'”, ujarnya, seperti dilansir dari Sputniknews, Kamis (14/7).
Dia menambahkan, “Kemanusiaan menuntut kita untuk hidup bersama, suka atau tidak suka. Mungkin ada beberapa masalah seperti dalam keluarga yang bisa diselesaikan melalui pembicaraan.”
(Resa/Sputniknews)