ITD NEWS — Ulama dan Cendekiawan Muslim terkemuka dunia, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dilaporkan wafat pada Senin 26 September 2022. Informasi wafatnya Syaikh Yusuf Qaradhawi dirilis oleh halaman resmi twitter serta akun facebooknya, hal ini kemudian juga dikonfirmasi oleh media yang berbasis di Qatar, Al Jazeera serta Bloomberg Middle East, dan Al Arabiya.
Putranya, Abdul Rahman Yusuf al-Qaradhawi, membenarkan kabar tersebut melalui akun Twitter-nya.
Sosok karismatik yang lahir Shafth Turaab, di Mesir pada 9 September tahun 1926 itu, telah tinggal dalam masa pengasingan di Qatar sejak tahun 2013 dan ia telahdiberikan hak kewarganegaraan oleh Qatar, sejak 1960an.
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi merupakan salah satu ulama paling berpengaruh di dunia Muslim, wafat pada usia 96 tahun dalam kalender masehi dan 99 tahun dalam kalender Islam Hijriyah. Beliau juga sempat menjabat sebagai Presiden International Union of Muslim Scholars (IUMS) atau Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional. Selain itu, Syaikh Al-Qaradhawi juga merupakan tokoh terkemuka dari Ikhwanul Muslimin
Syaikh Al-Qaradhawi merupakan sosok ulama yang produktif dan berpengaruh. Tak kurang ratusan buku dan ribuan karya ilmiahnya telah mewarnai pemikiran dunia Islam dan diterjemahkan ke berbagai bahasa.
Syaikh Al-Qaradhawi, sebelumnya sempat tampil secara reguler di Al Jazeera Arab untuk membahas berbagai permasalahan agama, Bahkan Ia menjadi pembawa acara program TV populer, “Shariah and Life,” di mana ia menerima telepon dari jamaah Muslim dari berbagai belahan dunia. Ia telah menerbitkan berbagai macam fatwa dan menyampaikan nasihat-nasihatnya tentang segala hal mulai dari politik global hingga aspek duniawi, hingga urusan kehidupan sehari-hari.
Selain populer di Al Jazeera Arab, beliau juga kerap tampil di Al-Hayat TV, BBC Arabic, Palestinian Authority TV, Al-Faraeen TV, Al HIwar TV dengan lebih dari 4 hingga 5 juta pengikut di media sosial.
Kabar wafatnya Syaikh Al-Qaradhawi memicu reaksi duka mendalam dari seluruh dunia Muslim, banyak warganet yang mengungkapkan duka melalui media sosial untuk mengekspresikan keseihan akan kematiannya.
Sosok Berani & Kritis
Syaikh Al-Qaradhawi merupakan sosok ulama yang berani dan kritis terhadap penguasa rezim Mesir.
Syaikh Yusuf Al-Qaradawi sangat berani dan kritis terhadap kudeta militer Jenderal As-Sisi yang menggulingkan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, Mohamed Morsi, pada tahun 2013.
Adapun Mohamed Morsi telah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin sebelum dirinya terpilih sebagai presiden, dan disokong penuh oleh gerakan Islam di Mesir tersebut.
Syaikh Al-Qaradawi tidak dapat kembali ke Mesir setelah penggulingan Morsi karena penentangannya terhadap Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi.
Sebelumnya Ia telah hidup dalam pengasingan dari Mesir sebelum revolusi 2011 yang menggulingkan mantan Presiden Hosni Mubarak.
Ikhwanul Muslimin, yang didirikan di Mesir dan memiliki cabang di seluruh wilayah, memainkan peran besar dalam gerakan revolusi 2011 yang mengguncang kawasan Timur Tengah dan menyebabkan gelombang demonstrasi meluas di beberapa negara di seluruh wilayah.
Syaikh Al-Qaradawi kembali dengan penuh kemenangan ke Mesir untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade pada Februari 2011, Ia berpidato di hadapan puluhan ribu pendukung di Lapangan Tahrir Kairo usai revolusi 2011 terhadap Hosni Mobarak.
Akibat sikap kritisnya, Bahrain, Mesir, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memasukkan Syaikh al-Qaradawi dalam daftar lusinan organisasi dan individu yang mereka sanksi pada tahun 2017 sebagai bagian dari perselisihan diplomatik dengan Qatar.
Pada tahun 2015, Syaikh Al-Qaradhawi diadili dan dijatuhi hukuman mati secara in absentia di Mesir.
Melawan Penjajahan Inggris & Israel, Hingga Invasi AS
Ia lahir pada tahun 1926, ketika Mesir masih di bawah kekuasaan penjajagan Inggris, Pada masa mudanya, Syaikh Al-Qaradhawi menggabungkan dunia pendidikan Islam dengan aktivisme anti-kolonial. Aktivismenya melawan penjajahan Inggris dan kemudian, hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin menyebabkan penangkapannya beberapa kali selama tahun 1950-an.
Ia memutuskan hijrah ke Qatar pada awal 1960-an, ketika presiden Mesir saat itu Gamal Abdel Nasser, seorang nasionalis Arab, melancarkan tindakan keras terhadap Ikhwanul, melihat sosoknya sebagai ancaman terhadap pemerintahannya.
Syaikh Al-Qaradhawi kemudian pindah ke Qatar pada awal 1960-an dan ia diangkat sebagai Dekan Fakultas Syariah di Universitas Qatar dan kemudian diberikan hak kewarganegaraan Qatar.
Salah satu karya awal yang terkenal adalah buku Fiqh al-Zakat tahun 1973. Al-Qaradhawi juga berusaha untuk menafsirkan kembali aturan sejarah hukum Islam untuk lebih mengintegrasikan Muslim dalam masyarakat non-Muslim.
Syaikh Al-Qaradhawi juga mendukung gerakan perjuangan dan perlawanan terhadap rezim zionis Israel dalam Intifada Kedua. Ia juga menyuarakan dukungan atas perjuangan dan perlawanan Irak yang meletus setelah invasi militer AS tahun 2003 menggulingkan Saddam Hussein. Sikapnya terhadap kedua masalah politik tersebut membuatnya menuai penolakan yang berlangsung lama di dunia Barat.
Syaikh Al Qaradhawi mendukung Ikhwanul Muslimin meraih keberhasilan dalam pemilihan demokratis di Mesir dan Ia juga merupakan kritikus keras terhadap ISIS.
Bahkan Syaikh Al-Qaradhawi mengecam keras invasi militer AS ke Irak, serta menyerukan semua negara Muslim pada saat itu untuk bersiap memerangi Amerika di sana “jika Irak gagal mengusir mereka.”
“Dengan membuka pelabuhan kami, bandara kami dan tanah kami, kami berpartisipasi dalam perang,” pungkas Syaikh al-Qaradawi dalam kritik tajam terhadap pemerintahan negara Teluk Arab yang menjadi sekutu AS.
“Kami akan dikutuk oleh sejarah karena kami telah membantu Amerika.”
Pada tahun 2009, agen intelijen Israel Shin Bet menuduh al-Qaradawi mengalokasikan $21 juta amal yang didanai Hamas untuk mendirikan infrastruktur militer Hamas di Yerusalem. Hamas, yang menguasai wilayah Jalur Gaza, membantah tuduhan Shin Bet tersebut.
Sumber: Al Jazeera, Arab News, Bloomberg Middle East