ISLAMTODAY ID-Perdana Menteri Inggris yang baru diangkat Liz Truss mengumumkan bahwa dia sedang meninjau ulang lokasi kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pada 3 Oktober, Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh menyatakan keprihatinannya atas keputusan London untuk meninjau lokasi kedutaan besarnya di Israel, yang berpotensi memindahkannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Perdana Menteri Inggris yang baru diangkat Liz Truss mengumumkan bahwa dia sedang meninjau relokasi kedutaan, dan Perdana Menteri Israel Yair Lapid baru-baru ini menyatakan terima kasih atas pertimbangan Truss.
Shtayyeh mengatakan bahwa setiap perubahan dalam status quo Yerusalem akan secara langsung merusak solusi dua negara.
AS sebelumnya telah memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem pada tahun 2018, dengan langkah itu membuat marah warga Palestina. Negara-negara seperti Honduras, Guatemala, dan Kosovo sejak itu mengikutinya.
Shtayyeh menambahkan bahwa langkah diplomatik ini akan merusak hubungan Inggris dengan orang Arab, Palestina, dan Muslim di seluruh dunia.
Pada 21 September, Truss bertemu dengan Lapid di sela-sela Sidang Umum PBB di New York dan mengatakan kepadanya bahwa Inggris sedang mempertimbangkan untuk memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Truss, yang menggantikan mantan perdana menteri Boris Johnson pada awal September, telah meyakinkan organisasi pelobi Inggris yang pro-Israel, Conservative Friends of Israel (CFI) bulan lalu bahwa dia akan mempertimbangkan untuk memindahkan kedutaan ke Yerusalem.
“Saya memahami pentingnya dan kepekaan lokasi Kedutaan Besar Inggris di Israel. Saya telah melakukan banyak percakapan dengan teman baik saya Perdana Menteri Yair Lapid tentang topik ini,” ungkapnya saat itu, seperti dilansir dari The Cradle, Selasa (4/10).
Pada 2017, mantan presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota abadi Israel, mengumumkan relokasi kedutaan AS dari Tel Aviv ke kota suci.
Langkah itu dikritik pada saat itu oleh Perdana Menteri Inggris Theresa May, yang menyebutnya sebagai penghalang jalan menuju perdamaian.
Keputusan itu juga membuat marah jutaan orang di seluruh Palestina, serta di seluruh dunia Arab dan Muslim lainnya.
(Resa/The Cradle)