Presiden AS Joe Biden memperingatkan awal bulan ini bahwa “[Untuk] pertama kalinya sejak krisis rudal Kuba, kami memiliki ancaman langsung dari penggunaan [senjata] nuklir, kenyataannya ancaman ini terus berlanjut di jalur yang mereka (Rusia) tuju. Kami saat ini menghadapi prospek Armageddon (Perang Dunia terakhir).”
Secara kebetulan, pernyataan Biden ini terjadi menjelang peringatan 60 tahun krisis rudal kuba yang sekarang digambarkan oleh banyak analis sebagai Perang Dingin Lama.
Untuk mengingatkan pembaca, AS dan Uni Soviet secara berbahaya berhadapan di sekitar pulau Karibia di wilayah Kuba di tahun 1958.
Pada masa itu Intelijen Amerika mengungkapkan bahwa Uni Soviet telah mengerahkan rudal nuklir di wilayah sekutunya yaitu Kuba, yang akhirnya mendorong AS untuk memblokade Kuba dan Pulau di Karibia.
Kebuntuan yang terjadi saat itu bisa saja menyebabkan perang nuklir namun setelah berbagai perundingan akhirnya persiapan perang nuklir bisa dihentikan.
Moskow menarik senjata-senjata itu sementara Washington diam-diam menarik senjatanya dari Turkiye, yang ditempatkan di sana lebih dulu dan dengan demikian sebenarnya adalah yang memicu krisis lebih awal.
Saat ini dinamikanya jauh berbeda tetapi tidak kalah berbahayanya. Ekspansi NATO yang stabil ke arah timur setelah berakhirnya Perang Dingin Lama membuat Rusia khawatir.
Moskow mulai memperingatkan tentang hal ini, terutama ketika Washington mulai membangun apa yang disebut infrastruktur “anti-rudal” di wilayah bekas negara-negara Pakta Warsawa yang saat ini adalah aliansi anti-Rusia.
Rusia curiga bahwa AS pada akhirnya ingin mengikis kemampuan serangan kedua nuklirnya.
Hal ini pada gilirannya mendorong Rusia untuk memprioritaskan penelitian dan pengembangan rudal hipersonik dan kendaraan luncur untuk menetralisir ancaman, yang tanpa persenjataan ini Rusia akan ditempatkan Barat dalam posisi sulit.
Dari negara-negara yang berbatasan dengan Rusia, NATO bisa menyerang melalui cara konvensional – termasuk melalui invasi darat – atau setidaknya mengancam akan memaksa Rusia ke dalam serangkaian konsesi sepihak yang tidak pernah berakhir yang bertujuan untuk memecah-belah negara itu.
Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan tentang skenario yang muncul akhir tahun lalu, di mana selama waktu itu pemerintahnya berbagi permintaan jaminan keamanannya dengan AS dan NATO, meskipun akhirnya sia-sia.
Oleh karena itu, dia merasa terpaksa menggunakan tindakan militer untuk mempertahankan garis merah keamanan nasional negaranya di Ukraina setelah menuduh AS dan NATO memajukan plot pemerasan nuklir jangka panjang mereka, sehingga Rusia harus memulai perang dengan Ukraina.
Perang ini nyatanya segera berubah menjadi perang proksi NATO-Rusia setelah AS, Inggris, NATO bahkan Uni Eropa mendukung Kiev melalui sarana ekonomi, informasi, intelijen, logistik, militer, dan politik.
Konflik Ukraina baru-baru ini mencapai tahap baru pada akhir September setelah empat wilayah Ukraina Donetsk, Kherson, Lugansk dan Zaporozhye mengadakan referendum yang mengakibatkan penggabungan mereka ke dalam Federasi Rusia dan perluasan payung nuklir Moskow atas wilayah-wilayah ini.
Presiden Putin memperingatkan akhir bulan lalu dengan tegas bahwa negaranya akan mempertahankan integritas teritorialnya melalui segala cara yang ada, dengan demikian mengisyaratkan penggunaan senjata nuklir jika diperlukan.
Tentang itu, doktrin terkait Rusia memungkinkan hal ini jika terjadi serangan konvensional yang mengancam integritas teritorialnya dan dengan demikian mengancam eksistensinya sebagai negara bersatu.
Barat mulai bertanya-tanya apakah Rusia mungkin benar-benar bersiap untuk menggunakan senjata nuklir, bahkan jika hanya disebut “nuklir taktis”.
Dengan mempertimbangkan dinamika militer-strategis yang berkembang pesat inilah Biden mengutarakan peringatannya tentang Perang Dunia yang akan terjadi ke depan.
Kenyataannya, bagaimanapun, adalah bahwa semuanya tidak sesederhana yang disalahartikan oleh Presiden AS.
Jauh dari Rusia yang bertanggung jawab atas pergantian peristiwa dramatis ini, sebenarnya AS yang bersalah. Ini karena terus memperluas NATO lebih dekat ke perbatasan lawannya diikuti pengembangan infrastruktur “anti-rudal” yang bertujuan untuk menetralkan kemampuan serangan kedua nuklir Rusia.
Blok anti-Rusia dan AS juga mengabaikan permintaan jaminan keamanan Moskow tahun lalu.
Perlu juga disebutkan bahwa Kremlin menuduh Barat menyabotase pembicaraan damai sebelumnya dengan Kiev yang bisa mengakhiri konflik selama tahap awal, namun nyatanya AS dan sekutunya ingin tetap melanggengkan perang proxy di Ukraina.
Peringatan Tegas Rusia ke Barat
Presiden Putin sendiri memperingatkan pada 21 September bahwa “ini bukan gertakan” ketika mengingatkan Barat bahwa Rusia akan menggunakan semua sistem senjata modern untuk melindungi integritas teritorialnya.
Oleh karena itu, tidak ada yang meragukan tekadnya untuk melindungi apa yang dianggap negaranya sebagai perbatasan baru di empat bekas wilayah Ukraina.
Kenyataannya adalah AS yang akan memutuskan apakah akan meningkatkan Konflik Ukraina ke tingkat lebih tinggi atau tidak dengan memprovokasi Rusia untuk menggunakan senjata nuklir itu.
Bagaimanapun, penasihat presiden Ukraina Alexey Arestovich mengakui pada akhir Maret bahwa Rusia telah menghancurkan kompleks industri militer negaranya.
Satu-satunya alasan mengapa Kiev masih berperang adalah karena dipersenjatai penuh oleh NATO, sehingga menjadikannya sebagai proxy dari aliansi anti-Rusia itu. Dengan demikian, AS adalah negara yang memiliki kekuatan untuk memutuskan perang proxy di Ukraina berlanjut atau tidak.
Bahkan dalam skenario terburuk yang terjadi, itu tetap tidak berarti bahwa Perang Dunia tidak dapat dihindari.
AS tidak memiliki kewajiban pertahanan timbal balik ke Ukraina seperti halnya sesama anggota NATO. Ini berarti bahwa hegemon unipolar yang menurun mungkin tidak bereaksi dengan nuklir Rusia atau bahkan meluncurkan serangan konvensional terhadapnya, baik di dalam perbatasan pra-2014 atau di luarnya.
Oleh karena itu, akhir dunia tidak boleh dianggap remeh bahkan jika Rusia diprovokasi untuk mempertahankan diri dengan nuklir taktis. (Rasya)