ISLAMTODAY ID-Menurut EFE mengatakan kekerasan baru di utara Suriah, wabah kolera yang menyebar dengan cepat, dan krisis ekonomi dan pangan yang mendalam mengancam penduduk.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 25 Oktober, menyerukan lebih banyak dukungan kemanusiaan dan upaya baru untuk mengakhiri perang dan untuk semua.
Kelangkaan air juga berdampak pada tanaman dengan panen gandum terendah sejak perang dimulai serta mata pencaharian petani terancam.
“Orang-orang di beberapa wilayah di Suriah berada di tengah meningkatnya keamanan, kesehatan masyarakat, dan krisis ekonomi. Mereka berjuang untuk bertahan hidup,” ungkap Reena Ghelani, direktur operasi layanan kemanusiaan PBB, kepada Dewan Keamanan, seperti dilansir dari The Cradle, Rabu (26/10).
Ghelani menjelaskan bahwa pertempuran di utara negara itu terus membunuh warga sipil dan bahwa sebagian besar penduduk negara itu hidup dengan kesulitan besar karena krisis ekonomi yang melanda wilayah tersebut.
Lebih buruk lagi, negara Arab mengalami wabah kolera pertamanya dalam 13 tahun, dengan lebih dari 24.000 kasus yang dicurigai dan setidaknya 80 kematian, krisis yang diperparah oleh kekurangan air di sebagian negara, dilaporkan oleh Associated Press.
Ghelani mencatat bahwa jutaan warga Suriah tidak memiliki akses yang aman ke air bersih dan situasinya dapat memburuk dalam beberapa bulan mendatang, di mana curah hujan di bawah normal diperkirakan akan terjadi.
Kekurangan air juga mempengaruhi panen dan meningkatkan harga pangan, menyebabkan kerawanan pangan meroket dan tingkat kekurangan gizi meningkat, tambahnya.
“Hari ini, warga Suriah hanya mampu membeli 15 persen dari makanan yang bisa mereka beli tiga tahun lalu,” ungkap pejabat PBB itu menjelaskan, menyebut krisis ekonomi saat ini yang terburuk di Suriah sejak konflik negara itu dimulai pada tahun 2011.
Sementara itu, negosiasi dalam mencari solusi diplomatik untuk perang tetap terhenti, sebagaimana dicatat oleh utusan PBB Geir Pedersen pada 26 Oktober, yang baru-baru ini mengunjungi Damaskus dan ibu kota lainnya untuk mencoba menghidupkan kembali proses tersebut, menurut Al-Awsat News.
Dalam beberapa pekan terakhir, kata Pedersen, mata uang Suriah, pound, “kehilangan nilainya yang sangat besar … yang pada gilirannya membuat harga makanan dan bahan bakar melonjak ke rekor harga yang lebih tinggi.”
Dan dia memperingatkan krisis ekonomi “hanya akan menjadi yang terburuk bagi sebagian besar orang” dengan mendekatnya musim dingin dan dana tambahan sangat dibutuhkan.
(Resa/The Cradle)