ISLAMTODAY ID-Biden tiba di pulau Bali setelah bertemu dengan para pemimpin Asia Tenggara dan Asia Timur di Kamboja.
Presiden AS Joe Biden mengatakan pada hari Ahad (13/11) bahwa negaranya akan mempertahankan jalur komunikasi terbuka dan tidak mencari konflik dengan China, menjelang apa yang diperkirakan akan menjadi pembicaraan tegang tentang berbagai masalah geopolitik pada KTT G20 di Indonesia minggu ini.
Biden dan mitranya dari China Xi Jinping pada hari Senin (14/11) dijadwalkan untuk bertemu tatap muka.
Pertemuan tersebut akan menjadi yang pertama kali sejak Biden menjabat, karena hubungan bilateral keduanya menurrun pada kondisi terburuknya dalam beberapa dekade.
Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional untuk Biden, mengatakan kepada wartawan bahwa pertemuan itu bisa berlangsung “beberapa jam”.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga tiba di Bali dari Kamboja pada Ahad (13/11) pagi.
Perang di Ukraina dan kejatuhan ekonominya diperkirakan akan mendominasi diskusi di Bali dan pada forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Bangkok pada akhir minggu ini, di samping komitmen iklim, kerawanan pangan dan ketegangan di Selat Taiwan, Laut Cina Selatan dan Korea Utara.
Sebelumnya, Lavrov menuduh Barat melakukan militerisasi di Asia Tenggara untuk menahan kepentingan China dan Rusia di medan pertempuran geostrategis.
“Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya sedang berusaha menguasai ruang ini,” ungkap Lavrov kepada wartawan, seperti dilansir dari The Jakarta Post, Senin (14/11).
Lavrov mewakili Presiden Vladimir Putin di KTT dan diperkirakan akan mendengar teguran keras dari dalam G20 atas invasi ke Ukraina, yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus.
Ukraina bukan anggota G20 tetapi telah diundang oleh tuan rumah Indonesia sebagai pengamat.
Presiden Volodymyr Zelenskiy akan berpidato dalam pertemuan tersebut secara virtual.
Kementerian luar negeri Rusia pada hari Ahad (13/11) mengatakan G20 bukan forum untuk menangani masalah keamanan dan sebaliknya harus fokus pada tekanan tantangan ekonomi global.
Provokasi ‘Agresif’ Biden mengadakan pertemuan trilateral dengan para pemimpin sekutu Jepang dan Korea Selatan dan mengatakan ketiga negara itu “lebih selaras dari sebelumnya” di Korea Utara.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan provokasi Korea Utara baru-baru ini menunjukkan “sifat melawan kemanusiaan” rezimnya.
Lebih lanjut, dia menambahkannya menjadi lebih bermusuhan dan agresif berdasarkan kepercayaan pada kemampuan nuklir dan misilnya.
Rekan Jepang Fumio Kishida mengatakan tindakan Pyongyang, termasuk penembakan rudal balistik baru-baru ini di atas Jepang, belum pernah terjadi sebelumnya.
“KTT trilateral ini tepat waktu mengingat kami mengharapkan provokasi lebih lanjut,” ungkap Kishida.
Kishida juga mengecam China atas apa yang disebutnya pelanggaran kedaulatan Jepang di Laut China Timur dan mengatakan Beijing juga bertanggung jawab untuk meningkatkan ketegangan regional di Laut China Selatan, yang menyalurkan setidaknya $3 triliun dalam perdagangan tahunan.
Pada konferensi pers terpisah, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan diskusi singkatnya pada hari sebelumnya dengan Perdana Menteri China Li Keqiang bersifat konstruktif dan positif, di tengah antisipasi pertemuan puncak formal dengan Xi.
Seperti sekutu Amerika Serikat, hubungan Australia dengan China juga memburuk dalam beberapa tahun terakhir.
“Saya telah mengatakan berulang kali tentang hubungan dengan China bahwa kita harus bekerja sama sebisa mungkin,” ungkap Albanese.
“Dan dialog itu selalu merupakan hal yang baik.”
Pembicaraan ‘Mature’
Delapan belas negara yang menyumbang setengah dari ekonomi global menghadiri KTT Asia Timur hari Ahad (13/11), yang diadakan secara tertutup, dihadiri oleh negara-negara ASEAN, Jepang, Korea Selatan, Cina, India, Amerika Serikat, Rusia, Australia, dan Selandia Baru.
Ketua KTT, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, mengatakan rapat pleno membahas beberapa diskusi panas, namun suasananya tidak tegang.
“Para pemimpin berbicara dengan cara yang matang, tidak ada yang tersisa,” ungkapnya dalam konferensi pers di akhir pertemuan puncak tiga hari yang dipimpin oleh Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Para pemimpin juga meminta penguasa militer Myanmar untuk mengikuti rencana perdamaian yang mereka setujui dengan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Selain itu, mereka juga mengutuk peluncuran rudal Korea Utara dan invasi “brutal dan tidak adil” Rusia ke Ukraina.
(Resa/The Jakarta Post)