ISLAMTODAY ID-Pada 14 November, hakim Afghanistan memerintahkan penerapan penuh hukum Syariah yang disahkan oleh pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada.
Hukum Syariah mencakup hukuman berat termasuk mutilasi, cambuk, amputasi dan eksekusi untuk kejahatan seperti pencurian, murtad, perzinahan, dan hasutan.
Di bawah hukum Islam, kejahatan membutuhkan bukti konklusif agar terdakwa dapat dihukum sebelum menjalani hukuman yang berat.
Kejahatan yang memerlukan hukuman seperti itu termasuk pencurian, perampokan di jalan raya, kemurtadan, perzinahan dan tuduhan palsu atas rasa malu, fitnah, konsumsi alkohol, dan penghasutan.
Sejak Taliban mengkonsolidasikan kekuatan di Afghanistan pada Agustus 2021, kelompok tersebut telah menutup sekolah untuk anak perempuan pada bulan Mei meskipun ada penangguhan singkat.
Selain itu, Taliban juga mewajibkan penutup wajah lengkap untuk wanita, dan melarang wanita Afghanistan bepergian tanpa wali pria pada bulan Maret.
Hingga saat ini, belum ada negara yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban karena perlakuannya terhadap perempuan di bawah hukum mereka.
Namun, Teheran berupaya menjalin hubungan baik dengan Kabul, karena keduanya memiliki perbatasan yang sama.
Selama konferensi pers di Teheran dengan timpalannya dari Pakistan pada 14 Juni, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian mengatakan bahwa Iran mempertahankan hubungan dengan badan pemerintahan sementara Afghanistan hanya karena mereka memiliki perbatasan yang sama.
Dilansir dari The Cradle, Rabu (15/11), bahwa Amir-Abdollahian menyoroti perlunya Taliban untuk membentuk pemerintahan inklusif dengan partisipasi semua etnis sebagai satu-satunya solusi untuk krisis di Afghanistan.
Selama beberapa bulan terakhir, Afghanistan telah terperosok dalam krisis kemanusiaan akibat blokade ekonomi barat yang telah menolak akses negara itu ke cadangan devisanya.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperingatkan pada 11 November bahwa Afghanistan menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2021, yang menyebabkan peningkatan pesat kerawanan pangan akut tahun ini.
Menurut PBB, krisis pangan Afghanistan semakin parah setelah Washington dan negara-negara sekutu lainnya menghentikan bantuan yang mendanai 70 persen dari anggaran pemerintah.
(Resa/The Cradle)