ISLAMTODAY ID-Pada tanggal 29 November, Aliansi Bolivarian untuk Rakyat Amerika Kita (ALBA) menegaskan kembali dukungannya untuk Palestina.
Selain itu, mereka menuntut agar oknum yang “melanggengkan pendudukan” – mengacu pada Israel – menghentikan tindakan mereka, menghormati hukum internasional, dan mematuhi “tujuan dan prinsip-prinsip” Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pernyataan tersebut dilaporkan menurut berita Prensa Latina.
Dalam pernyataan resmi pada peringatan Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina, ALBA menegaskan kewajiban untuk mematuhi resolusi PBB yang “relevan”.
Menurut berita teleSUR, ALBA meratifikasi bahwa “satu-satunya solusi yang dapat diterima oleh komunitas internasional adalah pembentukan dua Negara-negara di perbatasan pra-1967 dan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Negara Palestina,”
Sekretariat Eksekutif ALBA menyatakan solidaritas dengan para korban serangan Israel terhadap Palestina dan mengutuk kekerasan di wilayah pendudukan, mendesak perlunya “solusi damai”.
Aliansi tersebut meminta PBB untuk “mengambil langkah mendesak dalam mempromosikan solusi konflik yang damai, komprehensif, adil dan abadi,” yang dimulai lebih dari setengah abad yang lalu.
Tim ahli PBB tentang konflik tersebut, yang berusaha agar kasus tersebut dirujuk ke Mahkamah Internasional, menegaskan bahwa “kebijakan aneksasi de facto bertentangan dengan hukum internasional”.
“Dengan terus menduduki wilayah Palestina secara paksa, Israel memikul tanggung jawab internasional dan terus melanggar hak-hak warga Palestina secara individu dan sebagai bangsa,” ungkap komisi tersebut menyatakan dalam laporan pertamanya, di mana ia bersikeras pada ilegalitas pendudukan Israel, seperti dilansir dari The Cradle, Rabu (30/11).
Menurut kantor berita WAFA bahwa sejak tahun 1977, PBB setiap tahun memperingati Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina untuk menyoroti ketidakpatuhan terhadap Resolusi 181 Majelis Umum PBB, yang diadopsi pada tahun 1947.
Dokumen ini menetapkan pembagian wilayah Palestina, yang mengarah pada pembentukan dua negara, dengan Yerusalem di bawah “rezim internasional khusus.”
(Resa/The Cradle)