ISLAMTODAY ID-Sebelumnya Liz Truss – pendahulu Sunak – melabeli China sebagai “ancaman akut” terhadap tatanan internasional berbasis aturan.
Beijing menolak pernyataan ini sebagai “pembicaraan yang tidak bertanggung jawab”.
Rishi Sunak, berbicara di Lord Mayor’s Banquet di London’s Guildhall, mengkritik pemerintah China atas dugaan pelanggaran politik dan menyatakan bahwa “era keemasan” antara kedua negara telah berakhir.
Namun dia juga menambahkan bahwa Inggris tidak dapat mengabaikan pentingnya China dalam politik dunia.
“Mari kita perjelas, apa yang disebut ‘zaman keemasan’ sudah berakhir,” ungkap Rishi Sunak, seperti dilansir dari Sputniknews, Selasa (29/11).
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris saat ini dikritik karena sikap lunaknya terhadap China.
Ilmuwan politik menunjukkan bahwa dengan pidato ini menunjukkan bahwa dia akan mengambil sikap yang lebih keras atau bahkan hawkish terhadap China.
Namun, dia mengakui bahwa pembuat kebijakan Inggris “perlu mengembangkan … pendekatan ke China” karena negara ini memainkan peran penting dalam ekonomi global.
“Kami menyadari China menimbulkan tantangan sistemik terhadap nilai dan kepentingan kami, tantangan yang semakin akut saat bergerak menuju otoritarianisme yang lebih besar,” ungkap Rishi Sunak.
Pada 2015 kemudian Menteri Keuangan George Osborne mengutip duta besar China yang mengklaim bahwa Inggris dan China berada dalam “era emas” hubungan bilateral.
“Era keemasan” berlangsung selama beberapa tahun; namun hubungan tersebut mulai memburuk di bawah pemerintahan Boris Johnson, yang menyebut China sebagai “pesaing sistematis” dalam dokumen kebijakan luar negeri.
Liz Truss mengambil sikap yang lebih keras dan melabeli China sebagai “ancaman akut”.
Perdana Menteri baru pada gilirannya memperingatkan untuk tidak menggunakan “retorika Perang Dingin yang sederhana”, sambil mengakui bahwa hubungan Tiongkok-Inggris jauh dari ramah saat ini.
Di tengah meningkatnya kekhawatiran Eropa tentang meningkatnya pengaruh China, pemerintah AS menyatakan bahwa sikap AS dan UE terhadap China serupa tetapi tidak identik.
(Resa/Sputniknews)