ISLAMTODAY ID-Sejak awal konflik Rusia-Ukraina, Rusia dilaporkan telah menarik peralatan militer dan pasukannya dari Suriah.
Saluran TV Kan Israel melaporkan pada 4 Desember bahwa pejabat Rusia dan Israel bertemu untuk mengoordinasikan pengangkutan peralatan Rusia dengan aman keluar dari Suriah, menuju area operasi mereka di Ukraina.
Selama pertemuan tersebut, Rusia diberi pengarahan tentang serangan udara yang akan datang di Suriah untuk memastikan keamanan kedua belah pihak.
Selain itu, Israel diminta untuk tidak membahayakan peralatan angkatan bersenjata Rusia dan menghindari serangan terhadap instalasi militer gabungan Rusia-Suriah.
Sejak tahun 2015, Israel telah memberi tahu komando pasukan Rusia di Pangkalan Udara Khmeimim tentang setiap serangan yang akan datang melalui garis koordinasi yang aman antara kedua pasukan.
Sementara komunikasi antara kedua negara bertujuan untuk mencegah jatuhnya korban di pihak Rusia, pasukan terjebak dalam baku tembak.
Salah satu insiden besar adalah ketika pesawat IL-20M Rusia ditembak jatuh oleh pertahanan udara Suriah sebagai tanggapan atas serangan Israel pada 17 September 2018, menewaskan 15 awak di dalamnya.
“Akibat tindakan militer Israel yang tidak bertanggung jawab, 15 prajurit Rusia tewas, yang sama sekali tidak sejalan dengan semangat kemitraan Rusia-Israel,” ungkap Mayjen Igor Konashenkov, juru bicara Angkatan Bersenjata Rusia, seperti dilansir dari The Cradle, Senin (5/12).
Sebagai tanggapan, Rusia memperkuat sistem pertahanan udara Tentara Arab Suriah (SAA).
Namun, Rusia dilaporkan mencabut sistem pertahanan udara canggih S-300 Suriah dan mengirimnya ke Laut Hitam untuk melawan ancaman Ukraina yang baru muncul setelah invasi daratnya.
Selain itu, Rusia dilaporkan menarik beberapa prajuritnya yang paling berpengalaman dari Suriah, yang bertugas di negara itu sejak 2015 untuk memerangi Al-Qaeda dan ISIS.
Banyak dari mereka tewas di medan perang, termasuk komandan angkatan laut senior, penembak jitu, sappers, dan tentara, yang bekerja sama dengan SAA.
Namun, Israel bersikeras untuk hanya fokus pada “perang di antara perang”, yang menargetkan infrastruktur Hizbullah di Suriah, dan lokasi yang jelas digunakan oleh milisi yang didukung Iran.
Dalam sebuah wawancara dengan Jerusalem Post, Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Aviv Kochavi, menyatakan bahwa serangan tentara bertujuan untuk mencegah pembentukan “klon Hizbullah” di Suriah.
“Hizbullah telah meningkatkan kekuatannya secara besar-besaran dalam satu setengah dekade terakhir. Hizbullah ingin membangun [klon] lain di Suriah sambil mempersiapkan Hizbullah lain di Irak dan Yaman,” ungkap Kochavi.
Komandan yang keluar itu menambahkan bahwa “delapan puluh persen rute penyelundupan Iran ke Suriah melalui laut, darat, dan udara telah ditutup,” mengacu pada dugaan keberhasilan serangan Israel di Suriah.
(Resa/The Cradle)