ISLAMTODAY ID-Data UNESCO pada hari Senin (16/1/2023) ungkapkan bahwa 86 jurnalis dan pekerja media terbunuh di seluruh dunia pada tahun 2022 – satu setiap empat hari .
Jumlah tersebut naik 50% dari tahun sebelumnya.
UNESCO diberi mandat untuk memastikan kebebasan berekspresi dan keamanan jurnalis secara global.
Selain itu, badan PBB itu mengatakan datanya menyoroti risiko besar dan kerentanan yang dihadapi jurnalis dalam pekerjaan mereka.
Namun, jumlah korban UNESCO lebih rendah dari jumlah jurnalis yang terbunuh pada tahun 2022.
Menurut laporan Kampanye Lambang Pers yang berbasis di Jenewa pada 14 Desember yang mengatakan 115 orang tewas tahun lalu, dan menunjukkan bahwa meningkat 45% dibandingkan tahun sebelumnya.
Lebih lanjut, jumlah korban tahun lalu merupakan tertinggi sejak 2018.
“Setelah beberapa tahun mengalami penurunan berturut-turut, peningkatan tajam jumlah jurnalis yang terbunuh pada tahun 2022 mengkhawatirkan,” ungkap Audrey Azoulay, direktur jenderal UNESCO, seperti dilansir dari AA, Senin (16/1/2023)
“Pihak berwenang harus meningkatkan upaya mereka untuk menghentikan kejahatan ini dan memastikan pelakunya dihukum karena ketidakpedulian merupakan faktor utama dalam iklim kekerasan ini.”
“Lonjakan pembunuhan pada 2022 menandai pembalikan dramatis dari tren positif dalam beberapa tahun terakhir: dari 99 pembunuhan pada 2018, jumlahnya turun menjadi rata-rata 58 pembunuhan setahun dari 2019-2021,” ungkap UNESCO Observatory of Killed Journalists .
Angka-angka tersebut menyoroti celah yang berkembang dalam sistem supremasi hukum di seluruh dunia.
Selain itu, celah tersebut menunjukkan kegagalan negara untuk memenuhi kewajiban mereka untuk melindungi jurnalis, dan mencegah serta mengadili kejahatan terhadap mereka.
Sementara setiap wilayah terkena dampaknya, Amerika Latin dan Karibia adalah yang paling mematikan bagi jurnalis pada tahun 2022, dengan 44 pembunuhan, lebih dari setengah jumlah korban di seluruh dunia.
Asia dan Pasifik mencatat 16 pembunuhan, sementara 11 tewas di Eropa Timur.
Negara individu yang paling mematikan adalah Meksiko (19 pembunuhan), Ukraina (10), dan Haiti (9).
Setengah dari Jurnalis Tewas Saat Tidak Bertugas
Sekitar setengah dari jurnalis yang terbunuh sedang tidak bertugas saat menjadi sasaran – saat bepergian, di rumah mereka, atau di tempat parkir dan tempat umum lainnya di mana mereka tidak bertugas.
Kecenderungan tersebut menunjukkan tren dalam beberapa tahun terakhir dan menyiratkan tidak ada ruang aman bagi jurnalis, bahkan di waktu luang mereka.
Sementara jumlah jurnalis yang terbunuh di negara-negara yang dilanda konflik naik menjadi 23 pada tahun 2022, dibandingkan dengan 20 tahun sebelumnya, peningkatan global terutama didorong oleh pembunuhan di negara-negara non-konflik.
Jumlah ini hampir dua kali lipat dari 35 kasus pada 2021 menjadi 61 pada 2022, mewakili tiga perempat dari semua pembunuhan tahun lalu.
Para jurnalis dibunuh karena berbagai alasan, termasuk pembalasan karena melaporkan kejahatan terorganisir, konflik bersenjata, atau munculnya ekstremisme dan meliput subjek sensitif seperti korupsi, kejahatan lingkungan, penyalahgunaan kekuasaan, dan protes.
Selain pembunuhan, jurnalis terus menghadapi ancaman dengan berbagai bentuk kekerasan.
Kekerasan tersebut mulai dari penghilangan paksa, penculikan, penahanan sewenang-wenang, pelecehan hukum, dan kekerasan digital, khususnya terhadap jurnalis perempuan.
(Resa/AA)