ISLAMTODAY ID-Hubungan antara Paris dan bekas koloninya telah menurun selama berbulan-bulan, dengan penduduk setempat menyalahkan Prancis atas masalah keamanan mereka.
Burkina Faso telah menuntut penarikan pasukan Prancis yang ditempatkan di wilayah negara Afrika Barat itu, lapor media lokal pada Sabtu (19/1/2023), mengutip keputusan pemerintah.
Agence d’Information du Burkina (AIB) melaporkan bahwa pada hari Rabu (18/1/2023), pemerintah Burkina Faso telah menangguhkan perjanjian tahun 2018 dengan Prancis yang mengatur penempatan anggota dinasnya di negara tersebut.
“Paris sekarang memiliki waktu satu bulan untuk menarik tentaranya,” ungkap organisasi tersebut, dilansir dari RT, Ahad (22/1/2023).
Prancis saat ini memiliki 400 tentara di negara Afrika, yang ditempatkan di sana sebagai bagian dari upaya memerangi kelompok teroris Islam di wilayah tersebut.
Pada hari Jumat (20/1/2023), ratusan orang melakukan protes di ibu kota Ouagadougou menentang kehadiran militer asing, dan meneriakkan slogan-slogan anti-Prancis.
Demonstrasi ini dan yang serupa dipicu oleh persepsi populer bahwa pasukan Prancis tidak mampu melindungi warga sipil dari para jihadis, yang aktif di bagian utara negara itu.
Protes terjadi setelah pengusiran duta besar Prancis untuk negara itu, yang telah mengalami dua kudeta sejak Januari 2022.
Pada November, Presiden Prancis Emmanuel Macron secara resmi mengumumkan berakhirnya Operasi Barkhane anti pemberontakan di wilayah Sahel, yang sebagian besar dipandang sebagai kegagalan.
Dengan melakukan itu, Prancis juga bersumpah untuk “mengurangi keterpaparan dan visibilitas pasukan militer [nya] di Afrika”.
Sahel adalah wilayah di Afrika utara yang meliputi Senegal, Mauritania, Mali, Burkina Faso, dan sejumlah negara tetangga lainnya.
Paris mengakhiri misi militer lain di negara tetangga Mali Agustus lalu setelah hubungan memburuk, dengan pemerintah menyebut keterlibatan militer Prancis “tidak memuaskan”.
(Resa/RT)