ISLAMTODAY ID-Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov ungkap Barat berusaha gunakan konflik Ukraina untuk menggambarkan Rusia sebagai “negara jahat” di mata dunia.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa strategi tersebut belum berhasil.
“AS dan negara-negara satelitnya mengobarkan perang hibrida yang mencakup semua yang telah lama mereka persiapkan, dan menggunakan nasionalis radikal Ukraina sebagai pendobrak terhadap kami,” ujar Lavrov diuraikan dalam pidatonya di majelis rendah parlemen Rusia, Duma Negara pada Rabu (15/2/2023).
Mereka bahkan tidak berusaha menyembunyikan tujuan perang ini: tidak hanya untuk mengalahkan negara kita di medan perang dan menghancurkan ekonomi kita, tetapi juga untuk mengelilingi kita dengan ‘pelindung kesehatan’ dan mengubah kita menjadi semacam negara jahat.
Pernyataan itu dikeluarkan pada hari yang sama ketika Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen meluncurkan proposal untuk paket sanksi baru terhadap Rusia, termasuk larangan ekspor tambahan dan langkah-langkah untuk mencegah pelanggar pembatasan.
Lavrov mengatakan bahwa upaya Barat untuk mengisolasi Rusia telah gagal karena Moskow terus mengembangkan hubungan dengan mitra di wilayah lain di dunia.
Dia menambahkan bahwa negara-negara yang menolak untuk mendukung sanksi “belum pernah terjadi sebelumnya” merupakan mayoritas populasi dunia.
“Negara-negara di Asia-Pasifik, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Selatan tidak ingin hidup sesuai dengan tatanan yang berpusat pada Barat,” ungkap menteri Rusia tersebut, seperti dilansir dari RT, Rabu (15/2/2023).
“Jadi sangat masuk akal mengapa tiga perempat negara di dunia tidak bergabung dengan sanksi anti-Rusia dan memiliki pandangan yang masuk akal mengenai situasi di Ukraina.”
China dan India termasuk di antara ekonomi utama yang menolak memberlakukan pembatasan di Moskow.
Denis Alipov, duta besar Rusia untuk New Delhi, mengatakan pada hari Selasa (14/2/2023) bahwa sanksi “memiliki efek berlawanan” dan memfasilitasi lebih banyak perdagangan dan kerja sama yang lebih erat antara Rusia dan India.
Sementara itu, Beijing menuduh AS memicu konflik Ukraina dan mencoba mempersenjatai ekonomi dunia untuk keuntungannya sendiri.
(Resa/RT)