ISLAMTODAY ID-Dalam intervensi terbarunya di politik global, mantan Presiden AS Donald Trump menuduh Gedung Putih Biden penuh dengan “penghasut perang” yang bertekad memicu perang nuklir dengan Rusia.
Namun, dia dengan mudah melupakan catatan permusuhannya sendiri melawan kekuatan nuklir, Korea Utara, saat dia berada di kursi panas.
“Perang Dunia Ketiga tidak pernah sedekat ini sekarang,” ungkap Trump pada hari Selasa (21/2/2023) dalam sebuah video di situs web media Truth Social.
“Kita perlu membersihkan rumah dari semua penghasut perang dan globalis ‘America Last’, dan deep state, Pentagon, Departemen Luar Negeri, dan kompleks industri keamanan nasional,” tambahnya, mengklaim sebagai satu-satunya presiden yang menolak nasihat para jenderal, birokrat, dan diplomat yang “hanya tahu bagaimana membawa [AS] ke dalam konflik” tetapi tidak keluar dari situ.
“Orang-orang ini telah lama mencari konfrontasi,” ungkap Trump, seperti dilansir dari Sputniknews, Rabu (22/2/2023)
“Sekarang kita tertatih-tatih di ambang Perang Dunia III dan banyak orang tidak melihatnya.”
Mantan presiden itu mengklaim konflik di Ukraina yang genap berusia 1 tahun pada Jumat, bisa diakhiri dalam 24 jam dengan kepemimpinan yang tepat.
Meskipun benar bahwa Trump menolak nasihat dari tokoh-tokoh yang mendorong perang, terutama penasihat keamanan nasionalnya, John Bolton, Trump juga mencemooh nasihat mereka yang lebih berhati-hati dalam beberapa kesempatan, dan membawa dunia ke ambang perang nuklir dengan Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) pada tahun 2017.
Pada Agustus 2017, di tengah pertikaian yang menegangkan antara DPRK dan sekutu AS, Korea Selatan, Trump mengancam negara sosialis bersenjata nuklir itu dengan “api dan amarah yang belum pernah dilihat dunia” jika terus mengancam AS.
Beberapa minggu kemudian, Pyongyang menguji senjata termonuklir pertamanya, dan Trump segera mengusulkan untuk membuat “nuklir mikro” W76-2, yang menurut para analis sangat berbahaya karena menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir.
Situasi itu diredakan beberapa bulan kemudian oleh DPRK, bukan Trump, ketika pemimpin Kim Jong-un mengumumkan moratorium sepihak pada uji coba senjata nuklir.
Pemulihan hubungan dimulai pada awal 2018, ketika kedua Korea memasuki Olimpiade Musim Dingin di bawah bendera persatuan Korea di PyeongChang, Korea Selatan, dan melihat beberapa putaran pembicaraan damai antara Pyongyang, Seoul, dan Amerika Serikat, untuk mengakhiri perang yang dimulai pada tahun 1950.
Upaya tersebut akhirnya gagal karena Trump menolak memberikan konsesi pada sanksi ekonomi sebelum DPRK benar-benar melakukan denuklirisasi, dan hubungan memburuk.
(Resa/Sputniknews)