(IslamToday ID)—Seorang imigran di Swedia, Salwan Momika, membakar Alquran pada hari raya Idul Adha.
Kronologi kebiadaban yang ditunjukan Salwan terhadap Al Quran adalah dengan pertama-tama menginjak, menendang, membungkusnya dengan potongan daging dan kemudian membakar Al Quran itu sambil berdiri di atas panggung di depan penonton di luar Masjid di Stockholm.
Amerika Serikat (AS), Maroko, Turki, Arab Saudi, dan banyak negara Muslim menyatakan kecaman atas tindakan tersebut.
Polisi Swedia
Momika membuat dalih kei dengan menyebut pembakaran Alquran sebagai tindakan kebebasan berbicara dalam demokrasi.
Polisi Swedia langsung mendukung tindakan keji itu tanpa menyelidiki motif dan ideologi yang mendorong Momika melakukan tindakan tersebut.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menentang keras tindakan pembakaran Al Quran ini seraya mengatakan bahwa negaranya tidak akan mendukung keanggotaan Swedia di NATO.
Komentar Presiden Vladimir Putin
Presiden Rusia Putin mengunjungi Masjid di Derbent untuk Idul Adha kemarin dan diberi Al-Qur’an (Quran) dari ulama Muslim dari Dagestan.
Putin mengambil kesempatan untuk mengomentari pembakaran Alquran di Swedia dan mengatakan bahwa apa yang dilakukan di Swedia tidak akan mungkin terjadi di Rusia karena perlakukan itu masuk sebagai sebagai kejahatan, baik secara konstitusional maupun oleh hukum pidana perdata.
“Al-Quran itu suci bagi umat Islam dan harus suci bagi orang lain,” katanya sambil berterima kasih kepada para ulama atas hadiah tersebut dan menambahkan, “Kami akan selalu mematuhi aturan ini.”
Turki menolak Swedia untuk bergabung dengan NATO
Turki memegang kunci untuk mengizinkan Swedia bergabung dengan NATO. Dalam pernyataan kecaman AS atas pembakaran Alquran, AS menekankan bahwa Turki harus mengizinkan Swedia bergabung dengan NATO.
Urgensinya terkait dengan perang yang direkayasa AS melawan Rusia untuk perubahan rezim, yang saat ini sedang diperangi di Ukraina.
Turki adalah sekutu Rusia, sekaligus menjadi anggota NATO. Situasi ini membuat Turki terpecah antara hubungan dengan negara-negara yang berkonflik satu sama lain.
Presiden Erdogan menanggapi pembakaran Alquran dengan sangat serius, dan secara pribadi. Pembakaran Alquran di Swedia tampaknya merupakan serangan langsung terhadap Turki.
Erdogan juga telah menunjukkan bahwa Swedia telah menyembunyikan dan mendukung Kurdi yang memiliki hubungan dengan PKK Turki.
SDF dan YPG yang didukung AS di timur laut Suriah juga terkait dengan PKK, dan ini telah menjadi ancaman serius bagi hubungan AS-Turki.
Siapa yang membakar Alquran, dan mengapa?
Salwan Momika, 37, adalah seorang Irak dari Qaraqosh tetapi telah tinggal di Ankawa sejak 2016. Paspor nasionalnya adalah Irak, tetapi identitasnya adalah Asyur.
Kevork Almassian, seorang jurnalis Suriah terkemuka, menemukan di situs web Momika bahwa dia mengklaim sebagai pendiri dan kepala “Partai Persatuan Suriah” antara 2014 dan 2018, dan bersekutu dengan SDF Kurdi yang didukung AS dan halaman Facebooknya tertulis “desentralisasi adalah sistem terbaik” untuk Suriah.
Momika adalah orang Syria yang penuh dengan kebencian terhadap Muslim pada umumnya, tetapi khususnya terhadap orang Turki.
Dia menemukan tempat berlindung di Swedia dan menggunakan kebebasan yang diberikan kepadanya di sana untuk mengejar agenda kebencian sektarian dan etnisnya. Dukungannya terhadap Kurdi di timur laut Suriah menunjukkan dia menentang Turki dan keamanannya.
Saat ini Momika adalah anggota partai Demokrat Swedia, yang merupakan partai sayap kanan, dan terbesar kedua di Riksdag. Beberapa pendiri partai adalah nasionalis kulit putih dan neo-Nazi, dan partai tersebut anti-Islam.
Pertanyaannya adalah, mengapa pihak berwenang Swedia tidak dapat menyelidikinya dan mengizinkan pembakaran Alquran, apakah ini menjadi bukti Swedia bertindak berdasarkan sektarian dan etnis mereka sendiri?
Polisi Swedia mengambil anak-anak Suriah dari orang tua mereka
Swedia memiliki komunitas Muslim yang besar dan meskipun mereka seringkali mendapat kekerasan dan persekusi, padahal mayoritas adalah penduduk dan warga negara yang taat hukum yang berkontribusi terhadap ekonomi dan masyarakat.
Tindakan persekusi itu terlihat dengan Swedia mengambil anak-anak usia sekolah dari orang tua Suriah mereka dan menempatkan mereka di panti asuhan, dan orang tua mereka bahkan dicegah untuk mengetahui di mana anak itu berada.
Tidak diterima
Muslim dan imigran Muslim yang tinggal di Swedia merasa tidak diterima, tidak dihormati, dan tidak dihargai.
Seorang penduduk di Malmo, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, tetapi bekerja sebagai guru bahasa Inggris dari Suriah, berkata, “Saya mulai merasa orang Swedia meminta saya untuk membawa Al-Qur’an dan anak-anak saya dan pulang.” [sya]