(IslamToday ID)—Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban mengatakan AS ingin konflik di Ukraina berlanjut tanpa menjelaskan alasannya kepada sekutu NATO.
Orban mengatakan kepada penyiar nasional Radio Kossuth bahwa jika Washington menginginkannya, itu dapat menghentikan pertempuran dalam waktu singkat, karena Kiev sepenuhnya bergantung pada Barat dalam perang melawan Rusia.
Pemimpin Hongaria itu berbicara pada Jumat (14/7/2023) pagi, setelah kembali dari KTT NATO di ibu kota Lituania, Vilnius.
Selama acara tersebut, blok militer pimpinan AS menolak untuk memperpanjang peta jalan keanggotaan ke Kiev.
Untuk diketahui, Hongaria menonjol di antara anggota aliansi dengan secara konsisten mengkritik kebijakan Barat tentang krisis Ukraina.
“Jika Amerika menginginkannya, perdamaian akan datang keesokan paginya. Mengapa orang Amerika tidak menginginkannya adalah pertanyaan yang membingungkan seluruh dunia. Kami tidak mendapat jawaban di KTT NATO,” ungkap Orban, seperti dilansir dari RT, Jumat (14/7/2023).
Lebih lanjut, Orban mengatakan bahwa Ukraina telah kehilangan kedaulatan nyata.
Pernyataan tersebut mengutip ekonomi Kiev yang hancur, dan ketergantungan yang tinggi pada sekutu Barat untuk pendanaan dan persenjataan.
Di sisi lain, Moskow menuduh AS memicu krisis dengan mengabaikan kekhawatiran jangka panjang Rusia atas ekspansi NATO di Eropa, sambil mendorong rezim di Kiev yang memusuhi Moskow.
Kremlin menganggap konflik tersebut sebagai bagian dari perang proksi yang dipimpin AS melawan Rusia.
Orban juga memperingatkan bahwa jika NATO mengakui Ukraina sekarang, itu akan memicu perang dunia.
Dia juga menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh negara-negara Barat yang mengirimkan perangkat keras militer yang semakin canggih ke Kiev.
Pemimpin Hongaria itu juga menuduh Kiev menggunakan pemerasan moral untuk menerima dukungan Barat, tetapi menambahkan bahwa dia tidak menyalahkan Presiden Ukraina Vladimir Zelensky karena bertindak seperti itu, karena dia “berjuang untuk kelangsungan hidup rakyatnya.”
Perdana menteri memperkirakan bahwa konflik akan berlarut-larut, dan negara-negara UE – termasuk Hungaria – akan menanggung biaya ekonomi, termasuk inflasi yang tinggi.[res]