(IslamToday ID)—Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi memperingatkan tentang ancaman yang ditimbulkan oleh senjata nuklir, dengan mengatakan bahwa bila salah perhitungan akan senjata nuklir ini akan ciptakan kiamat bagi Asia Tenggara (ASEAN).
Pernyataan Retno Marsudi guna meningkatkan kewaspadaan menjelang KTT ASEAN.
Agenda tersebut akan menyoroti perselisihan sipil di Myanmar, ketegangan yang berkelanjutan di Laut Cina Selatan, dan upaya untuk memperkuat ekonomi regional di tengah krisis yang dipicu oleh perrong Rusia ke Ukraina.
Akhir pekan ini, blok 10 negara itu akan bertemu dengan rekan-rekan Asia dan Barat, termasuk Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, dan pengawas kebijakan luar negeri China Wang Yi.
Persaingan Amerika Serikat (AS)-Tiongkok tidak secara formal ada dalam agenda pembahasan ASEAN akan tetapi tampaknya perbedaan di masing-masing negara anggota akan terpecah karena kesetiaan ke Washington ataupun Beijing.
“Kita tidak bisa benar-benar aman dari senjata nuklir di kawasan kita,” kata Marsudi kepada sesama menteri ASEAN. “Salah perhitungan dengan senjata nuklir, maka wilayah kita akan terjadi kiamat dan bencana global.”
Sejarah Penentangan ASEAN Terhadap Nuklir
Pada tahun 1995, negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian yang menyatakan komitmen Asia Tenggara untuk menjadi zona bebas senjata nuklir, salah satu dari lima zona di dunia.
Namun, Marsudi menyesalkan bahwa tidak ada kekuatan nuklir terkemuka dunia yang menandatangani pakta tersebut dan menyerukan upaya baru untuk meyakinkan negara-negara tersebut untuk ikut menyepakatinya.
“Ancamannya sudah dekat, jadi kita tidak bisa lagi memainkan permainan menunggu,” katanya.
Sebuah draf komunike yang diharapkan pada hari Rabu menyebutkan kemungkinan negara senjata nuklir akhirnya menandatangani perjanjian itu tetapi mengatakan bahwa harus ada jaminan tertulis bahwa perjanjian itu diratifikasi “tanpa syarat.”
Komunike tidak mengidentifikasi calon negara. Namun, dua diplomat Asia Tenggara yang menghadiri pertemuan di Jakarta mengatakan kepada AP bahwa itu adalah China.
Myanmar Kembali Ditolak
Sementara itu, para jenderal Myanmar kembali dilarang menghadiri KTT ASEAN karena menolak meredakan perselisihan sipil mematikan yang dipicu oleh perebutan kekuasaan oleh militer lebih dari dua tahun lalu.
ASEAN berada di bawah tekanan internasional untuk mengatasi krisis di Myanmar sejak tentara merebut kekuasaan dari pemerintah Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 dan menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan yang mematikan.
Para jenderal Myanmar menanggapi dengan menuduh ASEAN melanggar prinsip-prinsip dasar blok non-intervensi dalam urusan domestik masing-masing.
Dengan berlarut-larutnya krisis Myanmar, para anggota ASEAN tampak terpecah tentang bagaimana menyelesaikannya.
Thailand merekomendasikan pelonggaran tindakan hukuman yang ditujukan untuk mengisolasi para jenderal Myanmar dan mengundang diplomat tinggi dan pejabat yang ditunjuk militer untuk kembali ke pertemuan tingkat tinggi, kata dua diplomat Asia Tenggara itu.
Sejak menjadi ketua bergilir ASEAN tahun ini, Indonesia telah memulai sekitar 110 pertemuan dengan kelompok-kelompok di Myanmar dan memberikan bantuan kemanusiaan untuk membangun kepercayaan, kata Marsudi.
SItuasi Perseteruan ASEAN dengan China
Pada KTT tersebut, para menteri luar negeri ASEAN diharapkan memperbarui seruan untuk menahan diri dalam “aktivitas yang akan memperumit atau meningkatkan perselisihan dan memengaruhi perdamaian dan stabilitas,” menurut draf komunike yang terkait dengan perselihsihan angota ASEAN dengan China.
Anggota ASEAN Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam telah lama terlibat dalam konflik teritorial dengan China dan Taiwan selama beberapa dekade.
ASEAN dan China telah menegosiasikan pakta non-agresi yang bertujuan untuk mencegah eskalasi perselisihan, tetapi pembicaraan tersebut menghadapi penundaan selama bertahun-tahun.
Perairan yang disengketakan telah muncul sebagai front yang rapuh dalam persaingan antara China dan AS.
Washington telah menantang klaim teritorial Beijing yang luas dan secara teratur mengerahkan kapal perang dan jet tempur dalam apa yang disebutnya kebebasan navigasi dan patroli penerbangan yang telah membuat marah China. [sya]