(IslamToday ID)—Otoritas militer Niger, yang merebut kekuasaan dari Presiden Mohamed Bazoum melarang ekspor uranium dan emas ke Prancis pada Ahad (30/7/2023).
Menurut portal berita Al Mayadeen, Jenderal Abdourahamane Tchiani pemimpin dewan transisi yang baru dibentuk yang mengumumkan keputusan tersebut,
Melansir dari media lokal Wazobia bahwa ribuan pendukung junta memuji langkah tersebut pada hari Ahad (1/8/2023) selama protes anti-Prancis di ibu kota, Niamey, dan membakar bendera Prancis.
“Kami memiliki uranium, berlian, emas, dan minyak, dan kami hidup seperti budak? Kami tidak membutuhkan orang Prancis untuk menjaga kami tetap aman,” ungkap salah satu pengunjuk rasa yang dikutip portal tersebut, seperti dilansir dari RT, Selasa (30/7/2023).
Lebih lanjut, Asosiasi Nuklir Dunia menyatakan bahwa Niger adalah produsen uranium terbesar ketujuh di dunia, menyumbang 5% dari produksi global.
Laporan media Prancis mengatakan negara itu menyumbang 15% -17% uranium yang digunakan di Prancis untuk menghasilkan listrik.
Euratom (Komunitas Energi Atom Eropa) mengatakan kepada Reuters pada hari Selasa (1/8/2023) bahwa negara Afrika Barat itu adalah pemasok uranium alam terbesar kedua ke blok UE tahun lalu.
Menurut badan tersebut, tidak ada ancaman langsung terhadap produksi tenaga nuklir jika Niger menangguhkan pasokan karena utilitas di UE memiliki stok uranium yang cukup untuk bahan bakar reaktor tenaga nuklir selama tiga tahun.
Alexander Uvarov, editor situs berita nuklir Rusia Atominfo, mengatakan kepada TASS bahwa dampak langsung dari pemotongan ekspor uranium Niger pada sektor tenaga nuklir Prancis tidak akan signifikan, tetapi harga uranium global kemungkinan akan naik.
Perusahaan milik negara Prancis Orano, yang mengoperasikan tambang uranium di Niger, mengatakan pada hari Selasa (1/8/2023) bahwa mereka mengawasi situasi keamanan di bekas jajahan Prancis itu.
“Grup tersebut dengan cermat mengikuti instruksi yang diberikan oleh Kedutaan Besar Prancis untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk meninggalkan Niger jika mereka mau,” ungkap Orano.
Sebelumnya, perusahaan menyatakan bahwa operasi penambangan akan terus berlanjut meskipun ada “peristiwa keamanan” yang sedang berlangsung.
Prancis mengumumkan pada hari Selasa (1/8/2023) bahwa mereka akan mengevakuasi warga Prancis dan Eropa dari Niamey, mengutip serangan terhadap kedutaannya setelah kudeta 26 Juli.
Junta mengklaim bahwa pasukan keamanan Prancis menyerang para demonstran yang berbaris mendukung kudeta dan memprotes kehadiran Prancis di negara itu pada hari Ahad (1/8/2023).
Menurut para pemimpin kudeta bahwa 6 orang terluka akibat intervensi Prancis.
Di sisi lain, Kementerian luar negeri Prancis membantah menggunakan kekuatan mematikan terhadap para pengunjuk rasa.(res)