(IslamToday ID)—Muslim Inggris mengalami penolakan untuk mendapat pelayanan perbankan dan rekening bank mereka ditutup “tanpa transparansi dan bantuan yang memadai”.
Dewan Muslim Inggris (MCB) mengirim surat kepada Perdana Menteri Rishi Sunak, Kanselir Jeremy Hunt dan para pemimpin partai oposisi pada hari Selasa (1/8/2023) menuntut perlindungan hak perbankan universal.
Dalam surat tersebut, Sekretaris Jenderal MCB Zara Mohammed mengatakan pemerintah berturut-turut telah mengabaikan masalah bank yang menarik layanan dari Muslim Inggris dan praktik tersebut terus berlanjut “tanpa transparansi dan bantuan yang memadai bagi mereka terdampak”.
“Kami mendesak peninjauan yang tidak memihak yang tidak hanya menangani mekanisme di balik penutupan rekening bank tetapi juga mengkaji mengapa Muslim Inggris secara tidak proporsional terpengaruh oleh masalah ini,” ungkap Mohammed, seperti dilansir dari MEE, Selasa (1/9/2023)
Intervensi MCB dilakukan setelah tokoh-tokoh dari Otoritas Perilaku Keuangan Inggris menyebut Muslim sebagai satu-satunya kelompok agama yang kemungkinan besar “tidak memiliki rekening bank” di Inggris.
Surat-surat itu juga datang setelah mantan pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris Nigel Farage menutup rekening banknya oleh Coutts, sebuah bank swasta bergengsi untuk orang kaya.
Penutupan tersebut diduga karena pandangan politiknya.
Setelahnya, kepala eksekutif di NatWest, perusahaan induk Coutts, mengundurkan diri dan dimulainya tinjauan independen terhadap penargetan Farage.
Kelompok Pro-Palestina Jadi Sasaran
Dalam beberapa minggu terakhir, badan amal berbasis agama Muslim dan kelompok solidaritas pro-Palestina telah menyoroti bahwa bank mereka telah ditutup selama bertahun-tahun sebagai akibat dari pandangan politik mereka tanpa reaksi keras dari politisi atau pers.
Sementara Farage menerima laporan setebal 40 halaman tentang penutupan akun Coutts-nya, banyak badan amal Muslim mengatakan kepada MEE bahwa mereka tidak menerima penjelasan yang sama.
Fadi Itani, CEO Forum Amal Muslim yang berbasis di Inggris, mengatakan bahwa badan amal telah menghadapi penutupan bank selama lebih dari dua dekade dan seringkali “terlalu diawasi” oleh bank dan kebijakan mereka.
“Hal ini biasanya terjadi pada organisasi yang bekerja di wilayah yang lebih sensitif di mana terdapat risiko keamanan yang lebih tinggi, tetapi kami menemukan bahwa ini diperluas ke definisi yang jauh lebih luas, menciptakan beban yang tidak adil bagi organisasi amal untuk bekerja sama,” ungkapnya kepada MEE.
Pada tahun 2015, Kampanye Solidaritas Palestina menutup rekening banknya di Co-operative Bank, tanpa penjelasan lebih lanjut.
Sementara itu, MEE menghubungi Departemen Keuangan Inggris untuk memberikan komentar tetapi tidak menerima tanggapan pada saat publikasi.(res)