(IslamToday ID)—Perusahaan minyak milik negara Arab Saudi, Aramco, akan terus maju dengan investasi baru di China, meskipun terjadi penurunan laba sebesar 38 persen.
Hal tersebut terjadi karena harga minyak yang lebih rendah dan pemotongan produksi.
Aramco mengumumkan pada hari Senin (7/8/2023) bahwa laba bersih turun pada kuartal kedua yang berakhir 30 Juni.
Dari $48,44 miliar pada periode yang sama tahun lalu, menjadi sekitar $30,08 miliar di tahun ini.
Arab Saudi menikmati rejeki nomplok pendapatan setelah invasi Rusia ke Ukraina yang membantu meningkatkan harga minyak mentah lebih tinggi.
Untuk diketahui, Arab Saudi adalah ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di G20 tahun lalu.
Sementara itu, Aramco sempat menyalip Apple sebagai perusahaan publik paling bernilai di dunia.
Tetapi penurunan laba Aramco adalah tanda terbaru bahwa penurunan harga minyak mentah dan serangkaian pemotongan produksi sepihak mendinginkan ekonomi kerajaan.
Pada bulan Juli, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan Arab Saudi dari 3,2 persen menjadi 1,9 persen.
Dilansir dari MEE, Senin (7/8/2023), Brent turun sekitar 25 persen dari tahun lalu dan ekspor minyak Arab Saudi turun 40 persen dari tahun lalu.
Meskipun laba turun, CEO Aramco Amin Nasser mengatakan dalam panggilan pers pada hari Senin (8/8/2023) bahwa raksasa energi milik negara itu berkomitmen untuk memperluas jejaknya di China.
Proyek China Melalui Jalur Pipa
“Tiongkok merupakan pasar yang penting bagi kami, tidak hanya dalam hal penempatan minyak mentah tetapi juga dalam hal pertumbuhan bahan kimia. Ada sejumlah investasi di China yang sedang kami evaluasi dan akan kami umumkan pada waktunya,” ungkap Nasser.
Arab Saudi telah banyak berinvestasi di kilang China. Bulan lalu, Aramco menyelesaikan pembelian 10 persen saham di perusahaan Petrokimia Rongsheng China senilai sekitar $3,6 miliar.
Kesepakatan itu akan membuat Aramco memasok sekitar 480.000 barel minyak mentah tambahan per hari ke kilang yang berafiliasi dengan Rongsheng.
Arab Saudi, bersama dengan negara-negara Teluk lainnya, meningkatkan investasi untuk menghasilkan lebih banyak produk minyak mentah dan minyak bumi, pada saat perusahaan barat mengurangi produksi baru di tengah kekhawatiran tentang mandat iklim pemerintah barat dan permintaan di masa depan.
Menteri Energi Arab Saudi, Abdulaziz bin Salman, telah bersumpah kerajaan akan menjadi “orang terakhir yang bertahan” di pasar energi dan mengekstraksi “setiap molekul hidrokarbon” yang dimilikinya.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed Bin Salman mendorong rencana untuk mendiversifikasi ekonomi kerajaannya dari ketergantungannya pada bahan bakar fosil dengan pandangan ke masa depan ketika permintaan turun, tetapi saat ini kerajaan membutuhkan pendapatan minyak.(res)