(IslamToday ID)—Pejabat kedutaan Israel di London berusaha memberikan pengaruh dalam penuntutan terhadap pengunjuk rasa pro-Palestina, menurut dokumen yang dilihat oleh The Guardian.
Dokumen yang diungkapkan Kejaksaan Agung melalui permintaan Freedom of Information (FOI) itu mengungkap berbagai upaya pejabat kedutaan untuk menekan Dirjen Kejaksaan, Douglas Wilson, untuk mengintervensi kasus pengadilan yang berkaitan dengan pengunjuk rasa.
Meskipun email-email dan notulen rapat yang diungkapkan sudah banyak disunting dan rincian tuntutan para pejabat tidak jelas, dalam email tertanggal 9 Mei Wilson mengacu pada independensi operasional CPS (Crown Prosecution Service), dan kemampuan Kejaksaan Agung untuk melakukan penuntutan.
Email tersebut juga menguraikan pembatasan yang diberlakukan oleh Undang-Undang Polisi, Kejahatan, Pengadilan dan Hukuman.
Ini adalah undang-undang kontroversial yang mendapat kecaman dari kelompok kampanye karena sangat membatasi hak untuk memprotes.
Dalam email yang sama, Wilson menyebutkan kasus patung Colston, di mana pengunjuk rasa anti-rasisme di Bristol merobohkan patung tokoh lokal yang kekayaannya diperoleh melalui perbudakan.
Dalam kasus ini, rujukan dari Jaksa Agung memicu keputusan pengadilan rujukan bahwa para pengunjuk rasa yang dituduh melakukan “kriminal besar” tidak dapat dibebaskan dengan menggunakan pembelaan hak asasi manusia.
Hal tersebut merupakan sebuah keputusan yang semakin membatasi hak untuk melakukan protes.
Sejak keputusan Colston, aktivis solidaritas Palestina, serta aktivis lingkungan hidup, telah dihukum karena menargetkan properti pribadi.
Salah satu bagian dari korespondensi yang diungkapkan, tertanggal bulan Februari, membahas kemungkinan deklarasi bersama untuk mengupayakan “kerja sama bilateral yang lebih erat” mengenai “reformasi legislasi dan hukum, hukum perdata dan pidana serta pendidikan hukum” antara kementerian kehakiman masing-masing negara.
Email yang sama juga membahas penangkapan pribadi (warga negara) di Inggris atas dugaan kejahatan perang.
Wilson menyebutkan pengetatan prosedur untuk kasus-kasus ini dan memberi nasihat tentang “kekebalan misi khusus”, sebuah status yang sebelumnya digunakan untuk memberikan kekebalan kepada mantan menteri luar negeri Israel Tzipi Livni.
Menurut Palestine Action, pengungkapan tersebut adalah bukti terbaru kolusi antara pemerintah Inggris dan Israel untuk menindak aktivisme pro-Palestina di Inggris.
Pada tahun 2021, Menteri Luar Negeri saat itu Dominic Raab dilaporkan bertemu dengan para menteri Israel di Yerusalem untuk membahas tindakan keras terhadap kampanye Aksi Palestina.
“Ini adalah konfirmasi atas apa yang telah lama dicurigai, bahwa negara Israel sedang berusaha menggunakan pengaruh diplomatik tingkat tinggi untuk memenjarakan mereka yang menentang mesin perangnya,” ungkap Palestine Action, seperti dilansir dari MEE, Senin (21/8/2023).
Menurut kelompok itu, korespondensi tersebut menyoroti sejumlah besar tuduhan yang dilontarkan pada “ratusan” juru kampanye, termasuk konspirasi pemerasan dan perusakan kriminal.
Menyusul pengungkapan tersebut, Pusat Keadilan Internasional untuk Palestina (ICJP) yang berbasis di London meminta Inggris untuk “mengutuk keras campur tangan asing dalam urusan dalam negeri” dan tidak memprioritaskan hubungan diplomatik atas kedaulatan negara dari pengaruh asing Israel.
“Kedutaan Israel memiliki pola bersejarah dalam upaya merusak demokrasi Inggris,” ungkap ICJP dalam sebuah pernyataan.
“Taktik ini merupakan bagian dari strategi yang lebih besar untuk mengintimidasi dan membungkam kritik terhadap Israel di Inggris Raya.”
Pada tahun 2021, salah satu pendiri grup Huda Ammori dan Richard Barnard ditangkap berdasarkan Undang-Undang Terorisme.(res)