(IslamToday ID)—Rusia menghadapi empat potensi masalah militer di Indo-Pasifik diantaranya meningkatnya ketegangan seputar klaim teritorial Jepang atas Kepulauan Kuril yang dimiliki Rusia. Selain itu, Konflik bersenjata regional berskala besar, terutama di Semenanjung Korea, dan juga di sekitar Taiwan atau di Laut Cina Selatan akan memberikan ancaman serius bagi Rusia.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, pengerahan rudal jarak menengah di kawasan ini di masa depan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya juga merupakan ancaman langsung terhadap kekuatan nuklir strategis Rusia.
Rudal-rudal ini juga bisa memicu bentrokan di Kepulauan Kuril akibat tindakan agresif Jepang.
Angkatan Darat AS dan Korps Marinir AS keduanya memiliki program yang hampir selesai (LRHW Dark Eagle dan SMRF Typhon untuk yang pertama, dan peluncur Long Range Fires yang tidak berawak untuk yang terakhir).
Jepang juga secara aktif mengembangkan kemampuan tersebut (termasuk dalam domain hipersonik), dan Republik Korea telah menerjunkan senjata tersebut, yaitu rudal canggih turunan dari rudal Hyunmoo.
Integrasi sistem peringatan dini dan kesadaran situasional ruang angkasa oleh AS, Republik Korea, dan Jepang harus dipertimbangkan dalam konteksnya sebagai ancaman bagi Rusia di kawasan Asia.
Dalam jangka panjang, hal ini kemungkinan besar akan menghasilkan peningkatan pertahanan udara dan rudal bersama dan terintegrasi, serta kemampuan ruang angkasa, termasuk melalui pengembangan dan penyebaran kemampuan pertahanan rudal baru berbasis darat dan laut oleh negara-negara tersebut.
Sementara itu, kemitraan trilateral Australia-Inggris-Amerika Serikat (AUKUS) – yang akan melengkapi Angkatan Pertahanan Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir dan senjata presisi jarak jauh serta memperkuat kemampuan perang anti-kapal selam Australia – akan semakin meningkatkan ancaman terhadap Armada Pasifik milik Rusia.
Kapal selam Australia akan dapat mengerahkan pasukan dan aset Angkatan Laut AS untuk melawan Angkatan Laut Rusia dan, mungkin, berpatroli di Pasifik Utara. Penggunaan pesawat patroli perang anti-kapal selam yang semakin mumpuni juga berkontribusi terhadap meningkatnya kerentanan bagi teritorial Rusia.
Tekanan AS dan sekutunya juga berada di sekitar perbatasan laut, udara, dan darat Rusia di Indo-Pasifik yang dibuktikan dengan operasi kebebasan navigasi, penerbangan pesawat pembom (dalam apa yang disebut doktrin Dynamic Force Employment) dan penerbangan pengintaian.
Selain itu, tampaknya ada perubahan dalam cara kerja kemampuan nuklir AS yang sebelumnya disebut untuk melindungi “sekutu dan mitra AS”, namun kekuatan konvensional AS kini mengembangkan peran dalam memfasilitasi dan mendukung misi AS yang melibatkan senjata nuklir.
Sederhananya: peningkatan dan perluasan kemampuan non-nuklir sekutu kini memungkinkan misi nuklir AS, selaras dengan konsep baru AS.
Adapun kemungkinan konflik bersenjata di kawasan, baik di Semenanjung Korea, Selat Taiwan, Laut Cina Selatan, atau Asia Selatan, masing-masing akan berdampak langsung pada Rusia sebagai negara Pasifik.
Konsekuensi dari konflik tersebut akan menyebabkan perubahan dramatis dalam rantai pasokan (yang sudah menghadapi tekanan besar karena rusaknya hubungan antara Rusia dan “Barat”), dan guncangan pasar regional (yang semakin penting bagi ekspor Rusia dan impor) dan gelombang migrasi besar-besara.
Dampaknya akan langsung menghantam perekonomian Rusia dan dampaknya akan jauh lebih besar apabila Tiongkok terlibat peperangan besar di Pasifik. Seperti yang diketahui Tiongkok merupakan mitra strategis Rusia baik dibidang keamanan, ekonomi maupun perdagangan.
Sejauh ini, Rusia telah berhasil mempertahankan hubungan yang relatif stabil dan bermanfaat dengan Tiongkok dan India.
Namun, hubungannya dengan Jepang sedang buruk, dan hubungan dengan Republik Korea kemungkinan akan mengalami hal yang sama – baik karena keterlibatan Seoul yang semakin besar dalam memberikan dukungan industri militer kepada negara-negara Barat maupun kemungkinan kerja sama Moskow dengan Republik Demokratik Rakyat Korea.
Yang pasti, masa depan hubungan Rusia-Tiongkok dan Rusia-India tidak hanya bergantung pada Moskow, tetapi juga pada Beijing dan New Delhi. Mengingat meningkatnya ketegangan strategis di Pasifik hari-hari ini.
Namun meskipun Rusia memiliki sekutu yang loyal seperti India dan China di Asia, namun tetap saja Rusia memiliki kerentanan yang lebih besar karena tidak memiliki kekuatan angkatan laut yang dapat digunakan secara umum pada saat perang terutama kekuatan kapal selam, kapal permukaan, dan penerbangan.
Pada titik ini, masih belum jelas apakah industri pertahanan Rusia dapat mengatasi masalah ini. Namun, peningkatan kerja sama militer-teknis dengan Tiongkok mungkin menawarkan solusi.
Namun, jika Rusia ingin tetap menjadi kekuatan militer yang relevan baik di kawasan maupun secara global, Moskow harus berbuat lebih banyak. [sya]