(IslamToday ID)—Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia al-Sudani, dikabarkan telah memperingatkan bahwa pasokan minyak Timur Tengah ke pasar internasional bisa terganggu jika perang antara Israel dan Hamas eskalasi sampai melibatkan negara-negara lain di wilayah tersebut.
“Konflik ini akan memengaruhi keamanan global, meningkatkan konflik regional, mengancam pasokan energi, memperburuk krisis ekonomi, dan memicu konflik lebih lanjut,” ungkap Associated Press yang mengutip pernyataan al-Sudani pada hari Sabtu (19/10/2023) dalam sebuah pertemuan perdamaian di Kairo.
Al-Sudani meminta gencatan senjata segera dan pertukaran tahanan untuk mengakhiri pertumpahan darah.
Dia menentang pengungsian warga sipil dari Gaza selama serangan Israel, dengan mengatakan, “rakyat Palestina tidak memiliki tempat lain selain tanah mereka.”
Perdana Menteri tersebut menyebutkan bahwa krisis ini bisa dihindari jika resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap kebijakan pemukiman Israel di wilayah Palestina dihormati.
Namun, Israel membongkar pemukimannya di Gaza pada tahun 2005.
Hamas mengendalikan Gaza sejak tahun 2006, dan tidak ada pemilihan baru yang diadakan di wilayah tersebut sejak saat itu.
Peringatan al-Sudani ini datang seiring dengan kekhawatiran bahwa negara-negara Timur Tengah bisa memotong ekspor minyak ke Barat sebagai respons terhadap kemungkinan serangan darat Israel di Gaza.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, mengguncang pasar energi pada hari Rabu (18/10/2023) ketika dia mengajukan permintaan kepada negara-negara Muslim untuk memberlakukan embargo minyak “segera dan lengkap” terhadap Israel.
Pada tahun 1973, embargo minyak Arab terhadap AS dan negara-negara lain yang mendukung Israel menyebabkan antrian panjang di pompa bensin dan dampak ekonomi yang menghancurkan.
Namun, hanya sekitar 12% impor minyak mentah AS berasal dari Timur Tengah pada tahun 2022, turun dari sekitar 85% pada tahun 1970-an.
“Bursa minyak internasional tetap tidak stabil, dan perang Israel-Hamas bisa mendorong harga minyak lebih tinggi, “yang pasti merupakan berita buruk bagi inflasi,” ungkap direktur eksekutif Badan Energi Internasional, Fatih Birol.
“Negara-negara berkembang yang mengandalkan impor minyak mentah dan produk minyak akan terkena dampak paling besar,” ungkapnya, seperti dilansir dari RT, Sabtu (21/01/2023).(res)