(IslamToday ID)—Tentara penjajah Israel telah meningkatkan penahanannya terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki ketika kemarahan rakyat atas serangan udara mematikan di Gaza berlanjut selama tiga minggu.
Sebagai buntut dari serangan mendadak pimpinan Hamas di Israel selatan pada tanggal 7 Oktober, yang menewaskan 1.400 orang, tentara penjajah Israel melancarkan kampanye ganas terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan.
Selain pemboman udara di Gaza, yang sejauh ini telah menewaskan 7.703 warga Palestina, tindakan yang dilakukan secara bersamaan di Tepi Barat yang diduduki juga mencakup pembunuhan puluhan warga Palestina, baik oleh tentara maupun pemukim Israel, dan penahanan ratusan orang.
“Mereka yang ditahan termasuk 20 wanita Palestina,” menurut juru bicara media Pusat Studi Tahanan Palestina, Amina al-Taweel, seperti dilansir dari MEE, Sabtu (28/10/2023)
Beberapa perempuan yang ditahan telah dibebaskan dengan syarat menjadi tahanan rumah dan yang lainnya dipindahkan ke tahanan administratif.
Tindakan keras terbaru ini membuat jumlah tahanan perempuan Palestina di Israel menjadi lebih dari 60 orang.
Di antara mereka adalah Suhair Barghouti, 66 tahun.
Pada tanggal 26 Oktober, puluhan tentara menggerebek rumah Barghouti di kota Kobar, sebelah utara Ramallah, menggeledahnya, merusak isinya, lalu menangkapnya, kata putranya kepada Middle East Eye. Ini adalah kedua kalinya dia ditahan.
Putra sulungnya, Asif, yang tinggal di kota yang sama, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa dia terbangun karena suara kendaraan militer yang menyerbu kota tersebut pada pukul 02.00 pada hari Rabu.
Mereka kemudian mengepung rumah ibunya dan puluhan tentara menyerbunya.
“Mereka merusak rumah dan mengatakan kepadanya bahwa dia ditahan. Mereka membawa lebih dari 11 tahanan ke rumahnya yang mereka tangkap dari kota pada saat yang sama. Mereka mengikat tangannya dan membawanya ke kendaraan militer.”
Keesokan harinya, seorang pengacara memberi tahu keluarganya bahwa dia ditahan di Penjara Ofer dan akan dipindahkan ke penahanan administratif dan dikirim ke Penjara Damon, tempat tahanan wanita ditahan.
Dikenal sebagai Om Asif di kalangan warga Palestina di Tepi Barat, dia adalah janda Omar Barghouti, yang menghabiskan lebih dari 30 tahun di penjara Israel.
Om Asif juga merupakan ibu dari Saleh Barghouti, yang dibunuh oleh tentara Israel pada akhir tahun 2018 setelah melakukan serangan penembakan di dekat pemukiman Ofra di timur Ramallah.
Kemudian pada tahun 2019, pihak berwenang Israel menangkap putranya yang lain, Assem, dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup setelah dia melakukan serangan penembakan yang menewaskan empat tentara Israel beberapa hari setelah kematian saudara laki-lakinya.
Israel membebaskan Om Asif lebih dari sebulan setelah penangkapannya pada tahun 2019, kemudian menghancurkan rumah kedua putranya Saleh dan Assem.
Putra bungsunya, Muhammad, juga ditangkap beberapa kali, terakhir lima bulan lalu, dan dia masih ditahan secara administratif hingga saat ini.
‘Mereka Sangat Kejam’
Juga pada hari Rabu (25/10/2023), puluhan tentara penjajag Israel menggerebek rumah penulis Lama Khater di kota Hebron. Khater, 46, adalah ibu dari lima anak.
Suaminya, Hazem al-Fakhouri, mengatakan kepada MEE bahwa lebih dari 20 tentara menyerbu rumah dan merusak isinya, kemudian memberi tahu dia bahwa dia ditahan.
“Mereka sangat kejam. Mereka menghina kami sepanjang waktu dan meneror anak-anak kami. Mereka menyuruh saya duduk di tanah dan mulai berteriak. Petugas yang bertanggung jawab atas mereka berkata, ‘Kami di sini untuk membalas dendam pada Anda. Tujuan kami adalah balas dendam.” ,'” dia berkata.
Khater dapat berbicara singkat dengan pengacaranya 24 jam setelah penangkapannya, ketika dia mengatakan bahwa metode dan kondisi penangkapannya “sangat buruk”, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Khater telah ditangkap pada pertengahan tahun 2018 selama 13 bulan sehubungan dengan tulisannya, yang oleh pihak berwenang Israel digambarkan sebagai tulisan yang menghasut.
Pada malam tanggal 26 Oktober, tentara penjajah Israel juga menangkap dua mahasiswi di Universitas Hebron, dan malam berikutnya mereka menangkap seorang wanita dan suaminya dari kota Dura, selatan Hebron, bersama dengan seorang wanita dari Jenin untuk menekan suaminya agar menyerahkan dirinya.
Pada hari Sabtu (29/10/2023), jurnalis Palestina Sujud Darassi ditahan dalam upaya menekan suaminya, jurnalis Mohamed Badr, agar menyerahkan diri kepada otoritas Israel.
Alat Tawar-Menawar
Mengomentari penahanan terbaru, Taweel, dari Pusat Studi Tahanan Palestina, mengatakan bahwa tentara penjajah Israel “tidak memiliki garis merah dalam menangkap warga Palestina”.
“Tujuan penangkapan perempuan adalah untuk menjalankan kebijakan pencegahan, intimidasi dan mengosongkan Tepi Barat dari elit feminis yang aktif dan berpengaruh yang merupakan bagian dari perjuangan melawan pendudukan,” ungkapnya kepada MEE.
Taweel mengatakan bahwa peningkatan jumlah tahanan perempuan terkait dengan tercapainya kesepakatan pertukaran dengan gerakan Hamas, yang menahan lebih dari 200 tawanan.
Tahanan perempuan akan digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi apa pun, katanya.
Setidaknya 15.000 perempuan Palestina telah ditangkap sejak tahun 1967 dan menjadi sasaran berbagai jenis pelecehan fisik, psikologis dan moral, demikian yang didokumentasikan oleh organisasi Taweel.(res)