(IslamToday ID)—Yordania mengatakan, pada hari Senin (7/11), pihaknya membiarkan “semua pilihan” terbuka dalam menanggapi apa yang mereka sebut sebagai kegagalan penjajah Israel untuk membedakan antara sasaran militer dan sipil dalam peningkatan pemboman dan invasi ke Jalur Gaza.
Perdana Menteri, Bisher Al Khasawneh, tidak merinci langkah lebih lanjut apa yang akan diambil Yordania, beberapa hari setelah negara itu menarik duta besarnya dari Israel sebagai protes atas serangan penjajah Israel terhadap Gaza yang dilancarkan setelah serangan Hamas di lintas perbatasan pada 7 Oktober.
Yordania juga mengumumkan pekan lalu bahwa Duta Besar Israel, yang meninggalkan Amman tak lama setelah serangan Hamas, tidak akan diizinkan kembali untuk melanjutkan tugasnya untuk saat ini, yang secara efektif menyatakan bahwa dia adalah persona non grata.
“Semua opsi tersedia bagi Yordania dalam menghadapi agresi Israel di Gaza dan dampaknya,” ungkap Khasawneh.
Khasawneh mengatakan pengepungan penjajah Israel di Gaza yang padat penduduknya bukanlah upaya membela diri seperti yang mereka katakan.
“Serangan brutal penjajah Israel tidak membeda-bedakan sasaran sipil dan militer dan meluas ke wilayah aman dan ambulans,” dia berkata, seperti dilansir dari MEMO, Senin (6/11/2023).
Lebih lanjut, penjajah Israel membantah sengaja menargetkan sasaran-sasaran sipil di daerah padat penduduk, dan mengatakan bahwa Hamas menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia, menggali terowongan di bawah rumah sakit dan menggunakan ambulans untuk mengangkut para pejuangnya.
“Yordania sedang meninjau kembali hubungan ekonomi, keamanan dan politiknya dengan penjajah Israel dan bahkan mempertimbangkan untuk menunda langkah-langkah lebih lanjut dalam melaksanakan perjanjian damai jika pertumpahan darah di Gaza menjadi lebih buruk,” ungkap para diplomat yang akrab dengan pemikiran Yordania.
Perang Israel-Hamas telah membangkitkan kembali ketakutan yang sudah lama ada di Yordania – yang merupakan rumah bagi sejumlah besar pengungsi Palestina dan keturunan mereka.
Mereka takut bahwa penjajah Israel dapat mengambil kesempatan untuk mengusir warga Palestina secara massal dari Tepi Barat yang diduduki Israel, tempat pemukim Israel menyerang. Penduduk Palestina telah melonjak sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.
Kekhawatiran tersebut semakin meningkat sejak koalisi penguasa agama-nasionalis Israel, pemerintahan paling sayap kanan yang pernah ada, mulai menjabat tahun lalu, dengan beberapa kelompok garis keras mendukung “Yordania adalah pilihan Palestina”.
Menteri Luar Negeri, Ayman Safadi, mengatakan setiap tindakan yang memaksa warga Palestina menyeberang ke Yordania, yang berbatasan dengan Tepi Barat, adalah “garis merah” yang sama dengan deklarasi perang.
“Segala upaya untuk mengusir warga Palestina sebagai upaya Israel untuk mengubah geografi dan demografi akan kami hadapi,” ungkap Safadi pekan lalu.
“Tentara Yordania telah memperkuat posisinya di sepanjang perbatasannya,” ujar sumber keamanan.
Kekhawatiran Yordania menjadi pusat perhatian dalam pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, sejak perang Gaza meletus dan kemungkinan besar akan diangkat dalam pertemuan dengan Direktur CIA, William Burns, saat singgah di Yordania dalam waktu dekat.(res)