(IslamToday ID) – Terkait eskalasi di Laut Merah itu, sebuah analisis yang ditulis oleh Giorgio Cafiero, pendiri dan CEO dari Gulf State Analytics yang menjelaskan ihwal keterlibatan China di percaturan geopolitik konflik pertempuran Houthi vs AS di Laut Merah.
Menurut Cafiero situasi pertempuran ini justru akan menguntungkan China karena mereka juga ingin menjaga kepentingan mereka di kawasan perairan sibuk tersebut.
China datang dengan segambreng kekuatan tempur.
“Kedatangan armada Tiongkok baru-baru ini ke Teluk Aden, termasuk kapal perusak berpeluru kendali Jiaozuo, kapal fregat rudal Xuchang, sebuah kapal pengisian ulang, dan lebih dari 700 tentara – termasuk puluhan personel pasukan khusus – sebagai bagian dari misi anti-pembajakan,” tulis Cafiero.
Beijing juga telah menyuarakan tekadnya untuk membantu memulihkan stabilitas Laut Merah.
“Kita harus bersama-sama menjaga keamanan jalur laut Laut Merah sesuai dengan hukum dan juga menghormati kedaulatan dan integritas wilayah negara-negara di sepanjang pantai Laut Merah, termasuk Yaman,” tegas Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi bulan lalu.
Sebagai negara dagang terbesar di dunia, China bergantung pada Laut Merah sebagai “jalur kehidupan maritimnya.”
Sebagian besar ekspor raksasa Asia ke Eropa dilakukan melalui jalur perairan strategis, dan sejumlah besar minyak serta mineral yang masuk ke pelabuhan China melewati perairan tersebut.
China juga berinvestasi di kawasan industri di sepanjang pesisir Mesir dan Laut Merah Arab Saudi, termasuk Zona TEDA–Suez di Ain Sokhna dan Kawasan Industri Tiongkok di Kota Jizan untuk Industri Primer dan Hilir Arab Saudi.
Netralitas China di Asia Barat
Sebelum pengiriman armada ke-46 Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok ke Teluk Aden itu, respons Beijing terhadap serangan maritim Ansarallah relatif tidak terdengar.
Sejak saat itu, China mengutuk serangan udara AS-Inggris terhadap kemampuan militer Ansarallah di Yaman, dan menolak untuk bergabung dengan koalisi angkatan laut pimpinan Barat, Operation Prosperity Guardian (OPG).
“Tanggapan China terhadap meningkatnya ketegangan dan ketidakamanan di Laut Merah konsisten dengan serangkaian strategi kebijakan luar negeri Beijing, yang mencakup penghormatan terhadap kedaulatan negara dan doktrin “non-intervensi.”,” kata pengamat geopolitik kawasan Teluk tersebut.
Di Teluk Persia, China menerapkan agenda yang seimbang dan netral secara geopolitik berdasarkan tiga pendekatan: tidak ada musuh siapa pun, tidak ada sekutu siapa pun, dan sahabat bagi semua orang.
“Posisi China dalam kaitannya dengan semua negara Teluk Persia dapat dicontohkan hampir setahun yang lalu ketika Beijing menjadi perantara perjanjian rekonsiliasi yang mengejutkan antara Iran dan Arab Saudi, di mana Tiongkok berperan sebagai penjamin,” kata Cafiero.
Tujuan utamanya adalah memastikan keberhasilan jangka panjang proyek multi-triliun dolar ‘Belt and Road Initiative’ (BRI) yang dicanangkan oleh Presiden Xi Jinping dan menjaga jalur perdagangan bebas konflik.
Seringkali dicap oleh negara-negara barat sebagai “penunggang bebas”, China dituduh menjadi pihak oportunis yang mengambil keuntungan dari upaya keamanan bentukan AS dan Eropa di Teluk Persia dan wilayah barat laut Samudera Hindia tanpa memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.
“Namun, mengingat gugus tugas anti-pembajakan Tiongkok di Teluk Aden dan pangkalan militernya di Djibouti, tuduhan ini tidak sepenuhnya bisa dibenarkan,” kata Cafiero.
Secara mudah, Cafiero menyebutkan tiga alasan sederhana Beijing tidak mau bergabung dalam koalisi satgas Operation Prosperity Guardian (OPG) yang dipimpin AS.
“Pertama, China tidak tertarik untuk memperkuat hegemoni AS; kedua, bergabung dengan koalisi militer angkatan laut dapat mengganggu diplomasi multi-vektornya terhadap Ansarallah dan Iran; dan ketiga, dunia Arab-Islam dan negara-negara Selatan lainnya akan menafsirkannya sebagai dukungan China terhadap perang Israel di Gaza,” kata Cafiero.
Penolakan bergabung ke misi OPG justru memperkuat citra regional China sebagai pembela perjuangan Palestina.
“Javad Heiran-Nia, direktur Kelompok Studi Teluk Persia di Pusat Penelitian Ilmiah dan Studi Strategis Timur Tengah di Iran, mengatakan: ‘Kerja sama [Beijing] dengan Barat dalam mengamankan Laut Merah tidak akan berdampak baik bagi hubungan China dengan negara-negara Arab dan Iran’. Oleh karena itu, China telah menerapkan pengekangan politik dan militer untuk menghindari bahaya terhadap kepentingan ekonomi dan diplomatiknya di wilayah tersebut,” tulis Cafiero.[sya]