(IslamToday ID) – Juru bicara militer Hamas Brigade al Qassam, Abu Obeida memberikan pernyataan perkembangan situasi Perang Genosida yang dilancarkan penjajah Israel di Jalur Gaza, Jumat (8/3/2024).
Dalam sebuah video yang telah direkam sebelumnya, Abu Obeida memberikan kejelasan pada beberapa isu utama, termasuk perundingan yang sedang berlangsung antara Perlawanan Palestina dan Israel, serta situasi operasional Perlawanan Palestina dan kondisi tawanan Israel di Gaza.
Dia menegaskan, enam bulan Pertempuran Banjir Al-Aqsa yang sedang berlangsung “membuka fase baru tidak hanya di Gaza dan Palestina tetapi juga di tingkat global,” karena hal ini mempromosikan fakta bahwa “keadilan hanya dapat dicapai melalui kekerasan,”.
“Perang kejam melawan rakyat kami ini memasuki bulan keenam, dengan musuh kriminal yang terus melakukan pembantaian ala Nazi terhadap rakyat kami – yang melibatkan pembunuhan, kelaparan, intensifikasi penindasan, penghancuran, dan penghinaan terhadap semua hukum internasional dan sistem lemah dan tidak berdaya melawan entitas pendudukan, yang tidak memiliki nilai-nilai kemanusiaan apa pun,” kata Abu Obeida.
Pidato Abu Obeida menyoroti kesia-siaan diplomasi dan jalur hukum melalui hukum internasional atau keputusan Dewan Keamanan PBB dalam mencapai gencatan senjata dan hak-hak rakyat Palestina.
Sebaliknya, juru bicara tersebut mendorong konfrontasi berkelanjutan dan memperluas mobilisasi serangan di bulan Ramadan, di Tepi Barat, wilayah pendudukan, Lebanon, Yaman, Irak, dan negara-negara Islam dan Arab lainnya untuk mengakhiri genosida Israel terhadap rakyat Palestina.
Abu Obeida juga menyoroti lemahnya komunitas internasional yang gagal menghentikan rencana Israel dalam bombardemen tanpa pandang bulu di Gaza.
Ketidakberdayaan sistem masyarakat dunia ini pula, kata Abu Obeida, yang menjadi dasar perlawanan rakyat Palestina terhadap penindasan Israel.
“Komunitas internasional dan undang-undangnya yang lemah dirancang untuk melindungi ketidakadilan, penindasan, dan agresi [yang dilakukan] oleh tirani kekuasaan yang kejam, yang dipelopori oleh pemerintahan Amerika. Rakyat dan Perlawanan kami memahami (formula) persamaan ini sejak awal. Oleh karena itu, Perlawanan dan revolusi rakyat kami yang sedang berlangsung mencapai puncaknya pada peristiwa 7 Oktober, sebagai respons terhadap agresi berkelanjutan [yang telah berlangsung selama] beberapa dekade, mencapai puncaknya dalam upaya untuk melakukan Yudaisasi [Masjid al-Aqsa] dan mengalahkan serta memprovokasi sentimen seluruh umat Islam,” kata Abu Obeida.
“Kesombongan Zionis meningkat seiring dengan bangkitnya pemerintahan yang paling ekstremis dan mirip Nazi di entitas tersebut. Sebelum tanggal 7 Oktober, mereka [bersiap] menghadapi apa yang [sedang dipraktikkan] saat ini di Gaza, Tepi Barat, dan al-Quds, membumikan dalam dugaan warisan Taurat yang secara terbuka menyerukan pembakaran, pembunuhan, dan penghancuran negara-negara lain,” jelas juru bicara tersebut.
“Diperkuat oleh geng pemukim Zionis, mereka memulai perang agama yang menjijikkan terhadap tanah, masyarakat, dan tempat suci kami,” katanya.
“[Komunitas internasional] mematuhi hukum rimba, tempat dari apa yang disebut Dewan Keamanan bersidang… menghalangi segala upaya, bahkan yang formal, untuk mendukung kaum tertindas dan (upaya) menghentikan para agresor,” juru bicara tersebut menggarisbawahi.
Juru bicara Brigade al-Qassam itu juga menyoroti datangnya bulan suci Ramadan dengan menyebut itu sebagai momentum melaksanaan jihad dan ketaatan.
“Semoga bulan Ramadan yang semakin dekat menjadi bulan ketaatan, jihad, dan kemenangan,” kata Abu Obeida saat mulai berpidato di depan umat Islam di seluruh dunia.
“Saat umat Islam di seluruh dunia bersiap menyambut Ramadan, kami telah mempersembahkan kurban kepada Allah – aliran darah murni dan jiwa murni. Kami menyambutnya dengan puncak semangat Islam, jihad, ketabahan, dan pertempuran di saat manusia dihormati [ atas tindakan mereka selama bulan suci],” kata Abu Obeida.
Juru bicara militer kemudian berbicara kepada umat Islam yang tidak memenuhi harapan tersebut dan mendukung Gaza dan rakyat Palestina, dengan mengutip sebuah puisi yang dikirim oleh Abdullah ibn al-Mubarak kepada Fudayl ibn ‘Iyaad pada tahun 797.
“Di hadapan negara berpenduduk miliaran orang, musuh mengabaikan kesucian Masjid al-Aqsa mereka. Meskipun mengklaim sebaliknya, mereka (pemerintah Israel) berencana untuk memperketat cengkeraman terhadap rakyat, mengusir mereka, dan memberlakukan pembatasan ibadah, mereka tetap bertahan dalam perang agama yang mereka nyatakan. Mereka tidak menghargai kesucian nyawa tak berdosa, yang di mata Allah sama sucinya dengan Ka’bah itu sendiri,” kata Abu Obeida dalam pesannya yang menggema kepada umat Islam di seluruh dunia.[sya]