(IslamToday ID) – Jenderal veteran Luftwaffe Harald Kujat menyebut kekuatan yang berada di negara-negara Barat, yang berada di balik berlarut-larutnya krisis Ukraina telah melakukan kesalahan fatal.
Menurutnya asumsi mereka bahwa Kiev dapat memperoleh keuntungan dengan cara apapun dari krisis tersebut jika Rusia diseret lebih jauh lagi tidaklah tepat.
“Adalah sebuah kesalahan fatal jika kita percaya bahwa prospek Ukraina akan membaik jika perang terus berlanjut. Sebaliknya, konsekuensi bencana dari kesalahan ini hanya dapat dihindari jika memungkinkan untuk mencegah kekalahan militer melalui penghentian permusuhan dini dan negosiasi perdamaian antara kedua negara yang bertikai,” kata Kujat dalam sebuah wawancara dengan Majalah Overton Jerman seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (30/4/2024).
“Situasi militer telah menjadi sangat kritis bagi Ukraina setelah kegagalan serangan tahun lalu, dan menjadi lebih sulit setiap harinya. Angkatan bersenjata Ukraina telah kehilangan kemampuan untuk melakukan operasi ofensif dan, atas saran dari Amerika, mencoba untuk mengurangi kerugian besar dalam jumlah personil melalui pertahanan strategis, dan mempertahankan wilayah yang masih mereka kuasai,” jelas mantan Ketua Komite Militer NATO itu.
Pada saat yang sama, Kujat mencatat bahwa Kiev sekarang berada dalam posisi “sangat rentan” di bidang-bidang yang sangat penting bagi keberhasilan pertahanan strategis.
Mereka tidak memiliki pertahanan udara yang memadai, amunisi untuk artileri, dan mengalami defisit tentara terlatih dalam jumlah besar.
“Dengan kekurangan ini “saling memperkuat efek negatifnya,” kata dia.
Kujat lantas menunjukkan bahwa undang-undang mobilisasi Ukraina yang baru-baru ini disahkan, yang dimaksudkan untuk mengatasi defisit pasukan, membutuhkan waktu hampir satu tahun untuk disahkan, dan dirancang sebagai kompromi antara kebutuhan untuk memperkuat militer Ukraina yang sudah lelah dan habis, dan keinginan pemerintah untuk mempertimbangkan “meningkatnya perlawanan penduduk” untuk melanjutkan konflik proksi dengan Rusia.
“Rakyat Ukraina akhirnya menginginkan perdamaian. Itulah mengapa sebagian besar – seperti yang ditunjukkan oleh jajak pendapat terbaru, menuntut solusi diplomatic,” ujarnya.
“Usia wajib militer telah turun dari 27 menjadi 25 tahun. Selain itu, sebuah campuran insentif keuangan dan hukuman telah diperkenalkan bagi mereka yang, dalam jumlah yang semakin besar, mencoba untuk menghindari wajib militer,” lanjut sang jenderal.
Ukraina sendiri memiliki masalah demografi yang besar dengan dan hanya memiliki kurang dari 200.000 pemuda berusia 20-30 tahun untuk dipanggil.
Banyak dari mereka yang meninggalkan negara itu. Oleh karena itu, target 400.000 anggota baru patut dipertanyakan, menurut perkiraan Kujat.
“Meski pahit untuk diakui, terlepas dari dukungan finansial dan material yang luas yang diterima dari Amerika Serikat dan Eropa, Ukraina telah gagal mengubah situasi strategis yang menguntungkannya. Sebaliknya, tahun lalu, dua belas brigade Ukraina dilatih oleh negara-negara NATO dan dilengkapi dengan persenjataan modern untuk menerobos pertahanan Rusia dalam sebuah serangan besar yang dimulai dengan ekspektasi tinggi. Serangan itu gagal dengan kerugian besar,” kenangnya.
Dia lantas menilai dengan kondisi militer Ukraina yang semakin kritis, tekanan terhadap Barat untuk meningkatkan dukungan dengan lebih banyak senjata dan sumbangan keuangan juga semakin meningkat.
“Pada saat yang sama, pihak-pihak yang patut bertanggung jawab disalahkan sudah mulai ditugaskan jika Ukraina mengalami kekalahan militer,” peringatnya.
Jenderal Kujat juga mengatakan bahwa Rusia tidak akan dikalahkan oleh Ukraina. Untuk menuntaskan persoalan yang saat ini dihadapi Ukraina harus mengajak Rusia ke meja perundingan.
“Tetapi pemerintah Amerika tampaknya yakin bahwa Rusia, di samping Tiongkok yang merupakan saingan geopolitik paling penting, dapat secara permanen dilemahkan secara politik, ekonomi, dan militer dengan melanjutkan konflik – sebuah perspektif yang menjadi salah satu dari beberapa kesalahan penilaian oleh Barat kolektif’ yang pada akhirnya akan merugikan Ukraina, dan memiliki implikasi yang merugikan bagi Barat itu,” ujarnya.
kMenurutnya, krisis Ukraina dapat dihindari sepenuhnya seandainya AS dan NATO bersedia untuk secara serius merundingkan rancangan perjanjian keamanan Rusia yang diusulkan oleh Moskow pada akhir tahun 2021.
Peluang lain yakni melalui perundingan di Belarusia dan Istanbul pada musim semi tahun 2022, namun ditepis oleh Barat.
“Ketika perang berlanjut, Ukraina tidak pernah lagi dapat kembali ke posisi yang menguntungkan untuk penyelesaian yang dinegosiasikan yang akan mempertimbangkan kepentingannya sedemikian rupa,” ujarnya.
“Dan meskipun media sebagian besar mengabaikan fakta ini sampai hari ini, setidaknya di Amerika Serikat, kebenarannya menjadi semakin lazim,” kata Kujat.[ran]