(IslamToday ID) – Kantor berita politik AS, Politico, menyebut Presiden Perancis Emmanuel Macron sebagai pelopor upaya Uni Eropa (UE) untuk menyeimbangkan kembali kemitraan blok Barat dengan Tiongkok.
Mengutip Sputnik, Selasa (7/6/2024), pernyataan tersebut dilontarkan usai Presiden Perancis Emmanuel Macron bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Istana Elysée pada Senin (6/5/2024) untuk membahas konflik Ukraina dan munculnya perselisihan perdagangan antara blok tersebut dan Beijing.
Politico juga memperkirakan perang dagang antara UE dan Tiongkok berasal dari keinginan Eropa untuk melindungi teknologi inti.
Tak hanya itu, situs web tersebut menyoroti penyelidikan UE terhadap persaingan tidak sehat dalam kendaraan listrik, turbin angin, dan peralatan rumah sakit.
Di sisi lain, Analis politik dan keuangan yang berbasis di Hong Kong, Angelo Giuliano, juga menyoroti pertemuan keduanya. Dia mengatakan Macron berusaha untuk tetap relevan dalam geopolitik sambil bersiap menghadapi potensi kekalahan dalam pemilihan Parlemen Eropa mendatang
” Saya pikir Xi Jinping tidak punya banyak harapan ketika menyangkut Macron,” kata Giuliano.
“Macron mempunyai wajah ganda. Dia mengatakan satu hal pada suatu hari, dan dia mengatakan hal yang sebaliknya pada hari yang lain,” lanjutnya.
Xi mungkin memahami bahwa Macron adalah seorang oportunis, sambungnya.
“Tetapi pada akhirnya Macron adalah alat AS. Jadi Macron mengikuti apa pun yang dilakukan UE dan mengikuti apa yang diperintahkan NATO dan AS,” tegas Giuliano.
“Kami melihatnya dengan kehadiran (Presiden Komisi Eropa) Ursula Von der Leyen pada pertemuan tersebut. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa Perancis telah sepenuhnya kehilangan kedaulatannya dan mereka sebenarnya memerlukan UE untuk duduk di meja perundingan sebagai negara berdaulat lagi,” paparnya.
Giuliano sendiri berpendapat bahwa perang dagang dengan Tiongkok jelas bertentangan dengan kepentingan UE. Analis tersebut berdasarkan fakta bahwa pemisahan Eropa dari Rusia yang harus dibayar mahal.
“Sanksi terhadap Rusia sebenarnya menjadi bumerang bagi Eropa. Sekarang kita melihat Rusia melakukan hal yang sangat baik dan Uni Eropa melakukan hal yang sangat buruk. Dan ini sangat terkait erat dengan sanksi yang mereka berikan terhadap Rusia,” kata pakar tersebut lagi.
“UE sudah tidak kompetitif lagi dan sedang mengalami deindustrialisasi. Jika menyangkut Tiongkok, dampaknya mungkin sepuluh kali lipat,” sambungnya.
Giuliano lantas menjelaskan jika ada ketegangan antara keduanya, tentu akan lebih merugikan UE dibandingkan Tiongkok karena hubungan perdagangan Tiongkok dengan negara -negara Selatan dan BRICS berkembang lebih cepat dibandingkan negara-negara Eropa.
Ia pun percaya bahwa Amerika berada di balik perang dagang yang akan terjadi antara Tiongkok dan UE. [ran]