JAKARTA, (IslamToday) – Kapolri Jenderal Tito
Karnavian menegaskan Polri tak ingin mengambil risiko dicap sebagai bangsa yang
buruk jika dalam hari pelantikan Presiden terpilih Jokowi terjadi kekacauan
akibat unjuk rasa. Hal itu disampaikan Tito menanggapi perihal tak terbitnya Surat
Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) unjuk rasa jelang dan saat hari pelantikan.
Untuk diketahui, pihak yang hendak melakukan mobilisasi massa
dan berunjuk rasa wajib memberikan surat pemberitahuan ke pihak kepolisian.
Jika tidak, maka aparat berwenang membubarkan kerumunan massa.
“Saat hari pelantikan ada tamu-tamu negara akan hadir. Ada
kepala negara, kepala pemerintahan, dan utusan khususnya. Ini menyangkut harkat
dan martabat bangsa,” kata Tito di lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis
(17/10/2019).
Menurutnya, Indonesia
harus dihargai sebagai bangsa yang besar, tertib, dan damai. Dan untuk
menunjukkan hal tersebut kepada dunia, salah satunya dengan cara menjaga
situasi agar tetap kondusif dan melakukan langkah pencegahan.
“(Indonesia) bukan (negara) yang kacau, rusuh seperti di
Afganistan, Suriah dan lain-lain. Untuk bisa menunjukkan itu, momentum
(pelantikan Presiden) ini akan jadi momentum internasional, semua media melihat
dan mata internasional akan melihat. Kita tidak ingin menanggung risiko bangsa
kita dicap buruk,” tegas Tito.
Tito menerangkan
kerumunan massa berisiko ditunggangi pihak-pihak tertentu yang tak ingin unjuk
rasa berakhir damai. Oleh sebab itu, ia mengimbau untuk kelompok-kelompok
masyarakat tak melakukan mobilisasi massa.
“Kita ingin mengimbau masyarakat untuk sebaiknya tidak
melakukan memobilisasi massa, karena mobilisasi massa memiliki psikologi crowd, crowd mudah sekali berubah menjadi massa yang rusuh dan anarkis,”
terang Tito.
“Pengalaman kita selama ini, kita lihat beberapa kali
terjadi, kita lihat sendiri demonya kan saat pagi adik-adik mahasiswa aman-aman
saja, malamnya mulai lempar batu, bakar segala macam dengan senjata-senjata
yang mematikan dan berbahaya, dan merusak fasilitas umum,” sambung Tito.
Tito pun
mengakui tak ingin kecolongan lagi. Lebih baik aparat mengambil langkah
preventif dengan diskresi kepolisian yakni tak menerbitkan STTP unjuk rasa.
“Kita kembali pada aturan. Supaya pelanggaran tidak terjadi
kan ada dua, melakukan tindakan preventif dan penegakan hukum. Kalau data
intelijen sudah memahami akan ada potensi aksi anarkis, masak kita diamkan,
masak kita reaktif menindak, nanti salah lagi. Maka kita gunakan diskresi,”
tandas Tito. []
Sumber: Detik