JAKARTA, (IslamToday ID) – Sudah hampir dipastikan Partai Gerindra
bakal gabung dengan koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Sang Ketua Umum, Prabowo Subianto bahkan
sudah dipanggil ke Istana untuk ditawari menjadi Menteri Pertahanan
(Menhan).
“Saya diizinkan menyampaikan, saya diminta membantu beliau (Jokowi)
di bidang pertahanan,” kata Prabowo setelah bertemu dengan Jokowi di kompleks
Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2019).
Ia mengatakan akan siap bekerja keras saat dilibatkan
dalam pemerintahan. Prabowo datang dengan didampingi Waketum Gerindra Edhy
Prabowo. “Saya akan bekerja sekeras mungkin untuk mencapai sasaran dan harapan
yang ditentukan,” ujarnya.
Prabowo mengatakan, sejak awal Gerindra siap
jika diminta membantu pemerintahan. “Kami diminta untuk memperkuat kabinet
beliau. Dan saya sudah sampaikan keputusan kami, dari Partai Gerindra apabila
diminta kami siap membantu. Dan hari ini resmi diminta, kami resmi membantu,”
ujarnya.
Terkait berapa jatah kursi menteri untuk Gerindra, Prabowo mengatakan ada dua orang yang dipanggil ke Istana. “Yang dipanggil dua, jadi berapa kira-kira?” katanya. Namun untuk posisi Edy Prabowo, Jokowi yang akan mengumumkan nantinya.
Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan, alasan Prabowo menerima tawaran Jokowi menjadi Menteri Pertahanan karena memang sesuai dengan kompetensinya. “Yang jelas memang itu kan kompetensi Pak Prabowo ya, kalau Pak Prabowo kan memang di situ,” katanya.
Dahnil juga mengatakan dari awal Prabowo juga sudah
menjelaskan kepada Jokowi soal kekhawatiran terhadap situasi keamanan di
Indonesia. Ia juga menyebut Prabowo sempat menyinggung permasalahan Papua
kepada Jokowi.
“Sejak awal ketika menyampaikan konsepsi segala
macam memang Pak Prabowo jelaskan kekhawatiran beliau tentang Papua,
pertahanan-keamanan kita, tentang potensi TNI kita dan macam-macam, itu
memang concern beliau,”
ucapnya.
Sementara itu, pengamat politik Hendri Satrio mengatakan bergabungnya Gerindra akan jadi
beban bagi Jokowi. Sebab, PAN dan PKS dinilai tidak cukup kuat jadi oposisi
pemerintah.
“Bebannya justru ada di Jokowi saat di pemerintahan tak ada
kubu checks and balances yang cukup kuat dalam aturan kuantitatif. Karena PKS
dan PAN tidak cukup kuat mengimbangi tujuh parpol yang lain,” kata Hendri.
Tapi di sisi lain, lanjutnya, Jokowi bisa lebih leluasa mewujudkan cita-cita
kampanyenya.
Dalam kondisi ini, Hendri mengatakan, ada tiga pihak lain
yang bisa mengkritisi pemerintah. Ketiga pihak ini jadi pihak yang
menyeimbangkan kekuatan pemerintah.
“Siapa yang bisa mengimbangi jika PKS dan PAN secara
kuantitatif dinilai tidak terlalu kuat? Ada tiga elemen yang bisa jadi
penyeimbang pemerintah. Pertama adalah akademisi, kemudian kedua aktivis kelas
menengah, termasuk mahasiswa di sana, kemudian ketiga adalah media massa,” jelas
Hendri. (wip)
Sumber: Detik