JAKARTA, (IslamToday ID) – Kabar masuknya Prabowo Subianto di kabinet Jokowi-Ma’ruf menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Penolakan itu terkait dengan pelanggaran HAM di masa lalu hingga sikap Jokowi yang hanya bagi-bagi kursi semata.
Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menilai kebijakan itu suatu sinyal buruk bagi penegakan hukum dan HAM. “Prabowo terindikasi terlibat kasus pelanggaran HAM, tersangkut kasus penculikan oleh Tim Mawar. Kalau benar iya jadi Menhan, sinyal makin buruk untuk penagakan hukum dan HAM,” katanya, Selasa (22/10/2019).
Menurut Asfina, keputusan Jokowi menggaet Prabowo
bergabung ke pemerintahan karena untuk menghilangkan oposisi. Ia mengaku
pesimistis dengan penuntasan kasus HAM masa lalu di periode kedua Jokowi
menjabat.
“Saya pikir maksudnya tidak rahasia, mudah
ditebak, (ingin) menghilangkan oposisi, menghilangkan kritik. Sangat pesimis,
penunjukan (Prabowo) ini saja sudah menunjukkan politik kekuasaan lebih penting
daripada hak dan perasaan korban,” jelasnya.
“Selain itu tidak mungkin pemerintahan yang ada
menteri pelanggar HAM akan mengusut penegakan hukum. Nanti dibalikin sama orang
yang diproses, kok di pemerintahan sendiri ada pelanggar HAM,” tambahnya.
Meski begitu,
Asfina juga mengatakan akan terus melihat perkembangan calon menteri pilihan
Jokowi. Ia juga tidak mau cepat mengambil keputusan tentang penunjukan Prabowo
sebagai Menhan. “Masalahnya jangan-jangan yang bermasalah bukan hanya
Prabowo. Kami akan lihat dulu siapa-siapa yang menjadi menteri dan
mempertimbangkan langkah berikutnya dari nama-nama itu separah apa,” katanya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
juga kecewa dengan sikap Jokowi yang akan mengangkat Prabowo
menjadi Menhan. Menurut Kontras, Jokowi hanya bagi-bagi jabatan.
“Jika benar Prabowo ditempatkan untuk menjadi Menhan, ada dua
kecenderungan. Pertama, penempatan tokoh dalam kabinet kali ini hanya
menegaskan bahwa Jokowi hanya bagi-bagi kursi semata berbasis koalisi tanpa
mempertimbangkan rekam jejak dan profesionalitas,” ucap peneliti Kontras,
Rivanlee Anandar.
“Kedua, Jokowi hanya memikirkan soal ‘stabilitas’ agar tak
ada lagi ‘konflik’ antarkubu yang dapat mengganggu kepemimpinannya selama lima
tahun ke depan,” tambah Rivanlee.
Rivanlee juga mengaku pesimistis Jokowi akan menyelesaikan kasus HAM jika Ketua Umum Gerindra itu masuk kabinet. Hal ini, serupa dengan sikap Jokowi memilih Wiranto sebagai Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) periode sebelumnya. Prabowo dan Wiranto, sama-sama perwira tinggi ABRI masa Orde Baru, yang dinilai Kontras bertanggung jawab atas beberapa kasus HAM.
“Penempatan Prabowo dalam kabinet (Menhan) juga sinyalemen tegas bahwa hak asasi manusia sebetulnya tidak pernah menjadi perhatian presiden, setelah pada periode sebelumnya ia memilih Wiranto jadi Menko Polhukam,” pungkas Rivanlee. (wip)
Sumber: Detik