SURABAYA, (IslamToday ID) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengimbau para pejabat tak memakai salam pembuka semua agama saat sambutan resmi. Imbauan ini terlampir dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang diteken Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori.
Saat dikonfirmasi, Kiai Somad, sapaan akrabnya, membenarkan surat imbauan itu. Hal itu merupakan salah satu hasil dari Rakernas MUI di Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu lalu.
Menurut Kiai Somad, dalam Islam salam diartikan sebagai doa. Sedangkan doa merupakan ibadah. Untuk itu, tak baik jika mencampuradukkan ibadah satu dengan yang lain.
“Jadi begini, kami menandatangani atau membuat seruan itu karena doa itu adalah ibadah, misalnya saya terangkan salam, Assalamualaikum itu doa, salam itu termasuk doa dan doa itu ibadah,” kata Kiai Somad, Minggu (10/11/2019).
Berikut isi lengkap surat imbauan MUI Jatim:
TAUSIAH MUI PROVINSI JAWA TIMUR TERKAIT DENGAN FENOMENA PENGUCAPAN SALAM LINTAS AGAMA DALAM SAMBUTAN-SAMBUTAN DI ACARA RESMI
Bahwa akhir-akhir ini berkembang kebiasaan, seseorang dalam membuka sambutan atau pidato di acara-acara resmi sering kali menyampaikan salam atau kalimat pembuka dari semua agama. Hal ini muncul dilandasi motivasi untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama agar terjalin lebih harmonis, sehingga dapat memperkokoh kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI.
Namun demikian, mengingat
bahwa ucapan salam mempunyai keterkaitan dengan ajaran yang bersifat ibadah,
maka Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur merujuk pada rekomendasi Rakernas
MUI 11-13 Oktober 2019 di NTB, perlu menyampaikan tausiah dan pokok-pokok
pikiran sebagai berikut:
1. Bahwa agama adalah sistem keyakinan yang di dalamnya
mengandung ajaran yang berkaitan dengan masalah aqidah dan sistem peribadatan
yang bersifat eksklusif bagi pemeluknya, sehingga meniscayakan adanya
perbedaan-perebedaan antara agama satu dengan agama yang lain.
2. Dalam kehidupan bersama di suatu masyarakat
majemuk, lebih-lebih Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka tunggal ika,
adanya perbedaan-perbedaan menuntut adanya toleransi dalam menyikapi perbedaan.
3. Dalam mengimplementasikan toleransi antar
umat beragama, perlu ada kriteria dan batasannya agar tidak merusak kemurnian
ajaran agama. Prinsip toleransi pada dasarnya bukan menggabungkan, menyeragamkan
atau menyamakan yang berbeda. Tetapi toleransi adalah kesiapan menerima adanya
perbedaan dengan cara bersedia untuk hidup bersama di masyarakat dengan prinsip
menghormati masing-masing pihak yang berbeda.
4. Islam pada dasarnya sangat menjunjung tinggi
prinsip toleransi, yang antara lain diwujudkan dalam ajaran tidak ada paksaan
dalam agama (QS. al-Baqarah [2]: 256); prinsip tidak mencampur aduk ajaran
agama dalam konsep “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku sendiri”
(QS. al-Kafirun [109]: 6); prinsip kebolehan berinteraksi dan berbuat baik
dalam lingkup muamalah (QS. al-Mumtahanah [60]: 8); dan prinsip berlaku adil
kepada siapapun (QS. al-Ma’idah [8]: 8).
5. Jika dicermati, salam adalah ungkapan doa
yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu. Sebagai contoh, salam umat
Islam, “Assalaamu’alaikum” yang artinya “semoga Allah
mencurahkan keselamatan kepada kalian”. Ungkapan ini adalah doa yang
ditujukan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain
Dia.
Salam umat Budha, “Namo buddaya artinya terpujilah Sang Budha, satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama. Ungkapan pembuka dari agama Hindu, “Om swasti astu” Om adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu “Sang Yang Widhi”. Om”
Seruan ini untuk
memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan yang tidak lain dalam keyakinan
Hindu adalah Sang Yang Widhi tersebut. Lalu kata swasti, dari kata su yang
artinya baik, dan asti artinya bahagia. Sedangkan Astu artinya semoga. Dengan
demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, “semoga Sang Yang
Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan”.
6. Bahwa doa adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari ibadah. Bahkan di dalam Islam doa adalah inti dari ibadah.
Pengucapan salam pembuka menurut Islam bukan sekadar basa-basi tetapi doa.
7. Mengucapkan salam pembuka dari semua agama
yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid’ah yang
tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut
dihindari.
8. Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur
menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam
persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, “Assalaamu’alaikum. Wr.
Wb.” Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan
syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.
Demikian tausiah atau pokok-pokok pikiran dari
MUI Provinsi Jawa Timur. (wip)
Sumber: Gelora.co