JAKARTA, (IslamToday ID) – Utang tunggakan BPJS Kesehatan di seluruh rumah sakit Indonesia terbilang sangat besar, yakni mencapai Rp 19 triliun. Hal itu dikatakan oleh Direktur Kepatuhan, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Pusat, dr Bayu Wahyudi MKes ketika berkunjung ke Pemko Medan, Kamis (14/11/2019).
“Tunggakan itu kita sebut gagal bayar (utang). Sampai Oktober 2019, gagal bayar BPJS Kesehatan secara nasional dengan seluruh rumah sakit di Indonesia sebesar Rp 19 triliun. BPJS Kesehatan akan menyelesaikan seluruh tunggakan tersebut,” kata Bayu.
Menurutnya, upaya untuk mengatasi gagal bayar tersebut di antaranya dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No 75/2019. Di mana, iuran kelas III yang semula hanya Rp 23.000 per bulan naik menjadi Rp 42.000 per bulan.
Selanjutnya, iuran kelas II dari Rp 51.000 per bulan menjadi Rp 110.000 per bulan dan kelas I yang semula Rp 80.000 per bulan menjadi Rp 160.000 per bulan.
“Upaya lain juga dilakukan dengan melalui suntikan dana dari pemerintah. Dalam waktu dekat ini, akan membantu memberikan dana sebesar Rp 9 triliun kepada BPJS kesehatan untuk mengatasi gagal bayar tersebut,” akunya.
Lanjut Bayu, sedangkan sisa gagal bayar yang Rp 10 triliun lagi sudah dicarikan solusi untuk membayarnya. Namun, tidak disampaikan secara jelas solusinya bagaimana.
Sementara itu, di tempat lain, Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah tidak menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan kelas III kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Ia meminta pihak BPJS menghormati hasil kesepakatan rapat gabungan antara pemerintah dengan DPR pada 2 September 2019.
“Hasil rapat gabungan itu harus dihormati oleh seluruh pihak. Peserta kelas III kategori PBPU-BP adalah rakyat yang harus dilindungi negara,” kata Bambang.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, jangan sampai lembaga perwakilan rakyat terkesan dilecehkan dengan pemerintah tetap menaikkan iuran peserta BPJS kelas III untuk kategori PBPU-BP.
Menurut Bambang, defisit keuangan BPJS Kesehatan seharusnya dicarikan solusinya dengan melakukan efisiensi APBN dari pos-pos lain serta pembenahan internal BPJS Kesehatan. “Jangan karena alasan defisit, lantas rakyat yang dikorbankan,” katanya.
Ia mengatakan, bila iuran peserta BPJS Kesehatan kelas III kategori PBPU-BP dinaikkan, bukan tidak mungkin konsumsi masyarakat akan menurun karena tidak memiliki uang untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. “Bila konsumsi rumah tangga menurun, pada akhirnya juga akan turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Bambang.
Ia merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal IV 2019 menurun menjadi 5,01 persen dari kuartal sebelumnya yang mencapai 5,17 persen. Menurutnya, angka tersebut menjadi laju terlemah sejak kuartal I 2018.
“Bila iuran peserta BPJS Kesehatan kelas III dinaikkan, bukan tidak mungkin rakyat akan menjerit dan mencekik pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pada gilirannya, akan berimbas pada kondisi perekonomian nasional yang bisa jadi akan bergejolak,” jelas Bambang. (wip)
Sumber: Gelora.co