JAKARTA, (IslamToday ID) – Memang tidaklah pantas jika membandingkan tokoh Soekarno dengan Nabi Muhammad SAW. Selain hidup di zaman yang berbeda, keduanya juga memiliki medan perjuangan yang berbeda.
Bagi masyarakat Indonesia sosok Soekarno alias Bung Karno adalah pahlawan yang turut mengantar kemerdekaan Indonesia. Sedangkan Muhammad tidak hanya tokoh panutan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, tapi juga sosok panutan muslim dunia. Bahkan Bung Karno sendiri adalah pengagum sosok Muhammad yang merupakan utusan Allah SWT.
Ada sedikit cerita tentang Bung Karno yang mengagungkan Nabi Muhammad. Ketika menjadi penguasa, Bung Karno pernah dipanggil sebagai nabi oleh rakyat biasa. Cerita ini disampaikan Bung Karno saat berpidato memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW di Istana Negara, Jakarta pada 1963.
Rekaman pidato Bung Karno dalam acara ini diunggah di YouTube oleh akun Zakirin Nabiy pada 31 Desember 2014 dengan judul “Maulid Nabi Muhammad SAW ~ Presiden RI – Ir. Soekarno”.
Kisah ini bermula saat Bung Karno mengunjungi
daerah Jawa Barat. “Duka (entah) di Sukabumi, duka di Garut, saya ini mau
dinamakan nabi,” kata Bung Karno di hadapan kaum muslimin yang merayakan Maulid
Nabi Muhammad SAW.
Pada masa-masa itu, kharisma Bung Karno memang
melebihi rock star mana
pun. Setiap pidatonya bisa membuat rakyat bengong, terpesona, bersemangat, dan
perasaan lainnya. Tak mengherankan bila orang-orang menjadi kelewat fanatik dan
mengira dia adalah nabi.
“Apa sebab (saya dipanggil nabi)? Karena Bung
Karno adalah nabi yang telah menemukan Pancasila,” kisah Bung Karno di acara
yang dihadiri oleh Menteri Agama Saifuddin Zuhri ini.
Jadi orang yang
ingin menyebut Bung Karno sebagai nabi itu mengira Pancasila
adalah agama yang dibawa oleh “Nabi” Soekarno. Pemahaman demikian jelas salah.
Bung Karno menegaskan
kepada orang-orang yang fanatik itu bahwa ia bukan nabi. Pada titik inilah Bung Karno berpegang teguh
pada keimanan Islam-nya. “Stop! Saya bukan nabi. Nabi Muhammad adalah yang
terakhir!” kata Bung Karno tegas disambut tepuk tangan orang-orang
di Istana Negara.
Lebih lanjut, Bung Karno menjelaskan
Pancasila bukanlah agama, melainkan ajaran, ideologi, dan falsafah negara. Bung Karno juga tak
menyebut dirinya sebagai penemu Pancasila, melainkan hanya penggali Pancasila.
Karena sejatinya Pancasila sudah dijiwai oleh orang Indonesia sejak dulu jauh
sebelum Bung Karno lahir.
Pada pidato ini,
Bung Karno menyebut
nama-nama orang besar dari berbagai negara. Orang besar itu adalah pemimpin
bagi setiap bangsanya. Di hadapan kaum muslim, ia menyebut nama Gamal Abdul
Nasser, Rosa Luxemburg, Otto von Bismarck, Mao Tse Tung (Mao Zedong), Sun Yat
Sen, Plekhanov, Stalin, Garibaldi, George Washington, dan sebagainya.
“Siapa berani berkata Gandhi (Mao Tse Tung,
Stalin, Garibaldi, Washington) tidak pernah bersalah? Tetapi nabi, rasul, tidak
pernah bersalah! Muhammad tidak pernah bersalah!” kata Bung Karno disambut riuh
tepuk tangan.
Lepas Atribut Pangkat
Ada lagi cerita tentang Bung Karno yang merupakan pengagum Nabi Muhammad SAW. Kala itu pada tahun 1955 Bung Karno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Selain ingin berhaji, Bung Karno juga ingin berziarah ke makam Rasulullah.
Bung Karno melepas segala atribut pangkat kenegaraannya saat akan menghampiri makam Rasulullah. Kisah ini diceritakan oleh Sayyid Husein Muthahar, pengarang lagu-lagu perjuangan seperti Hari Merdeka (17 Agustus 1945), Hymne Pramuka, dan Syukur. Ia menceritakan bagaimana Bung Karno sangat menghormati dan mencintai Rasulullah.
Kala itu Sayyid Muthahar ikut dalam rombongan ibadah haji Bung Karno. Ia bercerita saat Bung Karno berjalan di Kota Madinah bersama Raja Saud bin Abdul Aziz, Bung Karno sempat melontarkan pertanyaan kepada Raja Saudi. “Dimana makamnya Rasulullah wahai Raja?”
Raja Saud bin Abdul Aziz menjawab, “Oh itu makam Rasulullah sudah terlihat dari sini.” Saat itu juga Bung Karno melepaskan atribut-atribut pangkat kenegaraannya. Raja Saudi pun heran dan bertanya kepada Bung Karno, “Kenapa Anda melepaskan itu semua?”
Bung Karno menjawab dengan tegas, “Yang ada di sana itu Rasulullah, pangkatnya jauh lebih tinggi dari kita, aku, dan dirimu!”
Kemudian Bung Karno berjalan merangkak menghampiri makam Nabi Muhammad SAW. Bung Karno bersama beberapa rombongan sempat mengheningkan cipta dan berdoa di samping makam Rasulullah. Bung Karno pun tak kuasa menahan tangisnya di depan makam manusia agung itu.
Sikap Bung Karno merupakan sebuah penghormatan sejati yang membuat takjub Raja Saudi. Betapa besar ketundukan dan kecintaan seorang Bapak Bangsa kepada Rasulullah.
Bagi Bung Karno, pangkat dan kemampuan yang dimilikinya tidak bisa dibandingkan sama sekali dengan apa yang sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam ke seluruh jagad raya. (wip)
Sumber: Gelora.co