JOGJA, (IslamToday ID) – WNI keturunan China, Felix Juanardo Winata menggugat UU No 13 Tahun 2012
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Ia menilai UU itu diskriminatif dan melanggar UUD 1945 karena etnis China
seperti dirinya tidak bisa memiliki tanah di Yogyakarta.
Felix menggugat pasal 7 ayat 2 huruf d UU
Keistimewaan DIY yang berbunyi: Kewenangan
dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pertanahan.
“Pemohon adalah WNI yang
merupakan keturunan China, telah dirugikan secara langsung ataupun tidak
langsung, karena pemberlakukan pasal a quo telah memberikan legitimasi bagi
Pemerintah DIY untuk tetap memberlakukan Instruksi Wakil Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor K898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas
Tanah kepada Seorang WNI Nonpribumi,” demikian bunyi permohonan Felix
sebagaimana dilansir website MK,
Selasa (19/11/2019).
Felix yang saat ini menjadi mahasiswa Fakultas Hukum UGM menyatakan, memberikan kewenangan bagi DIY dalam mengurus bidang pertanahannya sendiri, secara nyata telah menciptakan kesewenang-wenangan dalam menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan urusan pertanahan di wilayah DIY.
Felix ingin melakukan suatu investasi atas tanah dengan
cara membeli sebidang tanah dengan status hak milik di wilayah DIY, namun
pemohon tidak dapat mewujudkan keinginannya. “Pada intinya tidak
memperbolehkan WNI berketurunan China untuk memiliki hak atas tanah di wilayah
DIY,” ujarnya.
Menurut Felix, aturan itu mendegradasi kewenangan Badan
Pertanahan Nasional (BPN). Selain itu juga dinilai melanggar UU No 5 Tahun 1960
tentang Pokok Agraria. Aturan ini juga dinilai sebagai bentuk diskriminatif
atas dasar ras dan suku terhadap WNI keturunan China.
“Kami mohon majelis hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan
menyatakan pasal 7 ayat 2 huruf D bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pinta Felix.
Sementara itu, keistimewaan Yogyakarta memang bukan kali ini
saja digugat ke MK. Pada 2016 silam UU ini pernah digugat, tapi ditolak MK.
Salah satu pertimbangannya yaitu Kesultanan Yogyakarta sudah eksis lewat
Kerajaan Mataram dengan raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo
yang bertakhta tahun 1613 sampai 1645.
MK menguatkan keistimewaan Yogyakarta dalam hal tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan pemerintahan daerah DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. Keistimewaan itu juga pernah digugat ke PN Kota Yogyakarta, tapi juga ditolak hakim setempat.
Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji menyarankan, sebaiknya Felix menerima dan menyesuaikan diri dengan UU Keistimewaan DIY. Namun ia juga menghormati apabila Felix tetap memilih jalur hukum.
“Tetapi kalau saya berharap sudah menjadi budaya kita, sudah menjadi kebiasaan kita hal-hal itu kita selesaikan dengan rembugan bersama, musyawarah,” jelas Aji, Rabu (20/11/2019).
“Kalau ada yang belum jelas kita jelaskan. Kalau memang
memerlukan penjelasan, banyak teman-teman yang bisa memberikan penjelasan
tentang materi, isi, filosofi, riwayat Undang Undang Keistimewaan itu seperti
apa,” sambungnya.
Namun demikian Aji tidak mempersoalkan jika Felix memilih
jalur hukum untuk menguji pendapatnya terkait larangan tersebut. “Ya kalau
memang yang dipilih itu adalah jalur hukum, tentu kita kan tidak bisa ngelingke (mengingat) ya. Ya silakan saja,” ujar Aji.
“Cuma yang saya harap bahwa pemahaman tentang Undang-undang Keistimewaan
itu sudah final, bahwa di DIY seperti itu. Dan sebetulnya kan materi itu juga
pernah dibawa ke MK, dan sudah tidak ada persoalan di sana,” pungkas Aji. (wip)
Sumber: Detik.com