JAKARTA, (IslamToday ID) – Masyarakat pers nasional dinilaiberperan penting dalam proses Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang lalu.
Masyarakat pers nasional secara umum mampu menetralisirepidemi hoax politik yang melandamasyarakat. Demikian antara lain dinyatakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam pernyataan akhir tahunnya, Sabtu (28/12/2019).
Dalam pernyataan yang ditandatangani Ketua Umum PWI Atal S Depari dan Sekjen Mirza Zulhadi itu, PWI mengapresiasi sejumlah media arus utama online yang menyediakan rubrik khusus untuk mengecek apakah sebuah informasi itu bernilai hoax atau sesuai fakta.
“Selain itu, pers lebih fokus ke pemberitaan tentang visi misi dan program para kandidat, baik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden maupun calon anggota legislatif,” tulis PWI.
PWI juga menyatakan dengan beberapa catatan tentang kelemahan yang perlu diperbaiki terkait Pemilu 2019. Meski terjadi beberapa hambatan di sejumlah tempat, secara umum penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu Legislatif (Pileg) yang untuk pertama kali berlangsung secara serentak, berjalan sesuai jadwal.
“Kalangan dunia internasional pun mengakui keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan pemilu secara serentak hanya dalam satu hari itu,” tulis PWI.
Angka partisipasipemilih pada Pemilu 2019 mencapai 81 persen atau sekitar 3,5 persen di atastarget yang ditetapkan, yakni 77,5 persen. Ini di atas partisipasi Pemilu2014, dimana partisipasi pemilih 70 persen untuk Pilpres dan 75 persen untukPileg.
Tingginya tingkat partisipasi pemilih merupakan salah satuindikator Pemilu berjalan sukses dan proses demokrasi berjalan lancer.
Dalam pernyataan PWI juga disebutkan,meski berjalan lancar, harus diakui rangkaian Pemilu 2019 jugameninggalkan sejumlah pekerjaan rumah. Pemilih terbelah karena hanya ada dua pasang calon.Dan ini sedikit banyak berdampak pula pada dunia pers.
“Independensi media banyak dipersoalkan publik. Beberapamedia cenderung berpihak pada salah satu kandidat. Berita-berita atau informasiyang disuguhkan cenderung membangun citra positif kandidat tertentu dan cenderungmerugikan atau membangun citra negatif candidat lainnya,” tulis PWI lagi.
Hoax Ratna Sarumpaet
Di samping itu, PWI menambahkan, profesionalisme pers jugamendapat perhatian serius. Beberapa media kurang hati-hati pada informasi yangberbau hoax.
“Bukannya menghindar,alih-alih justru turutmenyebarluaskannya. Termasuk media arus utama sering kali tidak melakukan tigaprinsip utama jurnalistik, klarifikasi, konfirmasi, dan verifikasi,” ujar PWI.
Informasi yang bernada hoaxlangsung disiarkan di media berbasis jurnalistik secara ramai-ramai.Contohnya, kasus Ratna Sarumpaet, belakangan diketahui adalah hoax.
Menghadapi tahun 2020 yang juga tahun politik, dimana adasetidaknya 270 Pilkada di seluruh Indonesia, diharapkan kelemahan-kelemahan sebagaimanadisebutkan di atas tidak terulang. “Media tidak bolehpartisan,” tegas PWI.
“Media juga janganikut menyebarkan hoax. Media haruskembali kepada jati dirinya dan tetap menjaga independensi newsroom dan bekerja secara profesional dengan melakukan uji informasimelalui konfirmasi, klarifikasi, dan verifikasi,” sambung PWI.
Wartawan jugadiingatkan untuk tidak menjadi tim sukses dalam Pilkada atau bahkan terjun dalam politikpraktis. Hal ini akan sangat mengganggu independensi media dan kepercayaan publik.Pers lokal harus bisa menjaga indepedensi dan profesionalismenya dalam Pilkada 2020. (wip)
Sumber: Rmol.id