JAKARTA, (IslamToday ID) – Banjir yang melanda wilayah Jabodetabek disebabkan karena curah hujan yang tinggi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut
curah hujan pada tahun
ini sebagai yang tertinggi sejak 154 tahun terakhir.
“Dari pengukuran
meteorologi tercatat pertama kali zaman Belanda tahun 1866. Hujan tertinggi tahun
1866 hanya 185,1 mm/hari,” kata Kepala Sub Bidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto, Kamis
(2/1/2020).
Ia mengatakan banjir besar pun sebelumnya pernah melanda Jakarta pada zaman Belanda. Menurut catatan BMKG di Kwitang, curah hujan tertinggi tercatat 125,2 mm/hari.
“Banjir besar zaman Belanda tercatat terjadi di tahun 1918 pada 20 Februari. Waktu itu curah hujan tercatat di Kwitang (kantor BMKG zaman itu) hanya 125,2 mm/hari,” jelasnya.
BMKG memprediksi cuaca ekstrem akan menerjang wilayah Jawa Barat dalam beberapa hari ke depan. Sehingga masyarakat diimbau untuk waspada.
“Ada potensi terjadi hujan lebat, ada potensi angin kencang (dalam beberapa hari ke depan),” kata Kepala BMKG Bandung, Tony Agus Wijaya.
Ia menjelaskan, indikasi terjadinya cuaca ekstrem di Jawa Barat disebabkan adanya fenomena atmosfer skala regional hingga lokal, yakni aktifnya Monsun Asia yang menyebabkan terjadinya peningkatan pasokan massa udara basah di wilayah Indonesia.
Selain itu, lanjut Tony, terbentuknya pola konvergensi dan terjadi perlambatan kecepatan angin di beberapa wilayah, suhu permukaan laut di sekitar wilayah perairan cukup hangat sehingga menambah pasokan air cukup tinggi untuk mendukung pembentukan awan hujan.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan berhati-hati. Masyarakat diminta untuk ikut serta menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan.
“Imbauan periksa lingkungan sekitar, jangan membuang sampah sembarangan. Bersihkan saluran air depan rumah, kurangi cabang pohon yang rimbun,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, beberapa wilayah di Jawa Barat juga saat ini sudah memasuki puncak musim hujan. Seperti di Sukabumi, Cianjur, Subang, Garut, dan Ciamis
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan melakukan upaya modifikasi awan hujan. “BNPB dan BPPT sedang merancang, rekayasa hujan, agar intensitas hujan tidak terpusat pada 5 dan 6 Januari (super ekstrem),” kata Kepala BNPB, Doni Monardo.
Ia menjelaskan pihaknya bekerja sama dengan BMKG dan TNI akan membuat hujan buatan untuk memodifikasi cuaca. Sehingga, pada saat puncak hujan lebat jumlah awan hujan akan berkurang.
“Sebagian awan akan dibuat hujan buatan, dilakukan modifikasi cuaca, sehingga pada saat puncaknya, jumlah awan yang akan jadi hujan agak berkurang,” papar Doni. (wip)
Sumber: Detik.com, CNNIndonesia.com