JAKARTA, (IslamToday ID) – Para nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menagih janji terkait pencairan klaim kepada perusahaan asuransi plat merah tersebut.
Perwakilan nasabah Jiwasraya,
Hornady Setiawan mengatakan dirinya bersama para nasabah lainnya hanya
menginginkan penjadwalan secara jelas pencairan klaim polis asuransi. Sebab,
semestinya pencairan klaim polis asuransi sudah direalisasikan sejak Oktober
2018 lalu.
“Kita sebagai korban cuma berharap uang kita cepat
dikembalikan. Walaupun pemerintah belum bisa bayar sekarang, setidaknya
pemerintah (Jiwasraya) memberikan pernyataan jadwal pembayaran yang jelas.
Misal mau dicicil berapa kali ada jadwalnya. Sekarang belum ada jadwalnya, masih sebatas omongan
saja,” ujarnya, Sabtu (17/1/2020).
Menurut Hornady, selama ini para
nasabah sudah mengikuti arahan yang diberikan pihak Jiwasraya agar tidak gaduh
mengenai pencairan klaim polis asuransi. Namun, hingga sekarang pencairan klaim
polis asuransi juga belum direalisasikan.
“Sudah setahun belum juga dicairkan, sebelum masa pilpres
kita sudah menunggu. Kita sudah melakukan apa yang disuruh Pokja empat, yaitu jangan gaduh
dulu menjelang pilpres. Tapi sekarang semuanya masih sebatas mulut saja. Meskipun presiden juga
sudah turun tangan menyelesaikan kasus ini,” ucapnya.
Ke depan, diharapkan adanya instruksi Presiden Jokowi
mengenai reformasi industri asuransi dapat menjadi jawaban permasalahan
asuransi tertua ini. Setidaknya, sebagai langkah awal dibuatkan perjanjian
hitam di atas putih mengenai jadwal pencairan klaim polis asuransi secara jelas.
“Hal itu yang membuat nasabah kita tunggu, mana hitam
putihnya karena polis kita di atas hitam putih ada meterainya. Jatuh
tempo harus dibayar, itu saja dilanggar, tidak tepati, padahal kontrak
hukum di dalam polis,” ucapnya.
“Kita butuh sebuah kepastian dari pemerintah. Penjadwalan pencairan
kejelasan ada aturan hitam putih. Selama ini pihak Jiwasraya hanya memberikan
pernyataan tergantung pembicaraan pihak terkait, ketersediaan dana, dan menunggu holding,” tambahnya.
Semenjak kasus Jiwasraya, Hornady menjadi takut menyimpan dananya ke industri keuangan
di dalam negeri. Bahkan, dirinya enggan menaruh dana pada perbankan nasional. “Adanya kasus ini membuat ketakutan saya menaruh dana ke industri asuransi,”
ucapnya.
Menurutnya, selama ini kebutuhan investasi dialihkan ke
bidang properti, emas, atau investasi lainnya. Penyimpanan uang ke bank hanya dilakukan untuk
kebutuhan sehari-hari saja.
Sementara itu, Ombudsman RI
mengidentifikasi kasus gagal bayar polis nasabah Jiwasraya disinyalir akibat
tidak adanya proteksi bagi konsumen. Hal itu terbukti salah satunya dengan
laporan tahunan perusahaan plat merah itu ditemukan banyak kejanggalan.
“Laporan tahunan pun ini ada kejanggalan. Ada kewajiban terkait dengan publikasi laporan keuangan, ini penting bukan hanya para
investor tapi juga (bagi) konsumen,” kata anggota Ombudsman RI Bidang Ekonomi,
Dadan Supardjo Suharmawijaya.
Ia menguraikan, terkait laporan tahunan ini kerap kali tidak dipublikasikan dengan baik
oleh pihak asuransi. Bahkan, sekalipun ada laporan tersebut sukar dipahami oleh
publik dan bisa mengarah pada cara-cara manipulatif. “Di laporan tahun sebelumnya informasi-informasi tertentu yang sensitif itu
tampil. Tapi belakangan menjadi hilang,” ujar Dadan.
“Nah bagi kami sebagai lembaga pengawas (Ombudsman) bisa jadi titik
krusialnya di situ. Ada apa? Yang disembunyikan itu
coba kita periksa,” tambahnya.
Atas dasar itu, Dadan menilai akibat laporan
tahunan yang terkesan berantakan tersebut gampang “masuk angin” dengan uang nasabah yang diputar untuk membeli saham-saham gorengan oleh
para oknum di Jiwasraya tersebut.
“Oh ternyata dari tahun ke tahun itu bahwa misalnya saham yang dibeli itu saham gorengan dan lain-lain. Masuk lagi nambah lagi, nambah lagi. Sehingga uang yang mestinya menjadi penjaminan bagi nasabah menjadi sangat tipis,” tandasnya. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Rmol.id